Selasa, 07 Oktober 2025

TEORI KEPERAWATAN PATRICIA BENNER — FROM NOVICE TO EXPERT

 

TEORI KEPERAWATAN PATRICIA BENNER — FROM NOVICE TO EXPERT

 

BIOGRAFI SINGKAT PATRICIA BENNER

Patricia Benner merupakan salah satu tokoh keperawatan modern yang memberikan kontribusi penting dalam pengembangan teori praktik keperawatan. Ia memperkenalkan From Novice to Expert Theory yang menggambarkan perkembangan keterampilan klinis perawat melalui pengalaman dan pembelajaran.¹ Teori ini menegaskan bahwa keahlian perawat tidak hanya dibangun melalui pengetahuan teoretis, tetapi juga dari praktik langsung dan refleksi terhadap pengalaman klinik sehari-hari.² Model Benner membantu memahami bagaimana perawat berkembang dari tingkat pemula (novice) menjadi ahli (expert) dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Konsep ini relevan untuk pendidikan, manajemen, dan pengembangan karier perawat di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.³

Patricia Sawyer Benner lahir pada tahun 1942 di Hampton, Virginia, Amerika Serikat. Ia memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang Stress, Coping, and Health dari University of California, Berkeley, dan menjadi profesor di School of Nursing, University of California, San Francisco.⁴ Benner terinspirasi oleh model Dreyfus Skill Acquisition Model, yang kemudian ia adaptasi ke dalam konteks keperawatan. Hasilnya, lahirlah buku berjudul From Novice to Expert: Excellence and Power in Clinical Nursing Practice (1984), yang menjadi salah satu karya klasik dalam teori keperawatan.⁵

 

KONSEP UTAMA TEORI BENNER

Benner mengemukakan bahwa pengetahuan dan keterampilan perawat berkembang melalui pengalaman praktik yang berkelanjutan.⁶ Ia mengidentifikasi lima tahap perkembangan kompetensi perawat sebagai berikut:

1.     Novice (Pemula)

Perawat baru yang belum memiliki pengalaman nyata. Mereka bergantung pada aturan dan pedoman yang kaku dalam bertindak.⁷

2.     Advanced Beginner (Pemula Lanjut)

Perawat mulai mengenali pola-pola klinis dasar dari pengalaman nyata. Mereka masih membutuhkan bimbingan, tetapi mulai memahami konteks situasi.⁸

3.     Competent (Kompeten)

Setelah sekitar 2–3 tahun pengalaman kerja, perawat dapat membuat rencana tindakan secara sadar dan sistematis. Mereka memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap hasil kerja.⁹

4.     Proficient (Cakap)

Perawat memiliki intuisi dan memahami situasi secara holistik. Mereka mampu mengantisipasi kejadian dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kondisi pasien.¹⁰

5.     Expert (Ahli)

Pada tahap ini, perawat bertindak berdasarkan intuisi dan pengalaman mendalam tanpa perlu banyak analisis sadar.¹¹ Mereka dapat mengidentifikasi masalah bahkan sebelum gejala klinis muncul.

 

ASUMSI DASAR TEORI

Dalam teori Patricia Benner mengemukanan teorinya dengan beberapa asumsi dasar yaitu sebagai berikut:¹²

1.     Pengalaman klinik adalah sumber utama pembelajaran profesional.

2.     Pengetahuan praktis lebih luas daripada teori yang diajarkan di ruang kelas.

3.     Keahlian berkembang secara bertahap melalui pengalaman reflektif.

4.     Setiap tingkat memiliki karakteristik kognitif dan afektif yang berbeda.

 

HUBUNGAN DENGAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Pada Teori Patricia Benner ini berhubungan erat dengan empat konsep utama paradigma keperawatan:¹³

1.     Manusia (Human): Individu yang belajar dan berkembang melalui pengalaman.

2.     Kesehatan (Health): Kemampuan untuk beradaptasi dan memberi makna terhadap pengalaman hidup.

3.     Lingkungan (Environment): Tempat di mana proses belajar dan praktik keperawatan berlangsung.

4.     Keperawatan (Nursing): Proses interaktif yang menggabungkan pengetahuan teoretis dan pengalaman praktis untuk memberikan asuhan terbaik.

 

PENERAPAN TEORI

Penerapan dalam Praktik Keperawatan

Dalam praktik klinik, teori Benner digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kompetensi perawat dan menyesuaikan tanggung jawab sesuai tahap perkembangannya.¹⁴

1.     Perawat novice memerlukan supervisi ketat.

2.     Perawat competent dapat menjadi penanggung jawab unit.

3.     Perawat expert sering dijadikan mentor atau konsultan klinis.

Teori ini juga menjadi dasar dalam sistem jenjang karier keperawatan seperti Clinical Ladder Program di rumah sakit modern.¹⁵

Penerapan dalam Pendidikan Keperawatan

Dalam pendidikan keperawatan, teori ini digunakan untuk merancang kurikulum berbasis pengalaman (experiential learning). Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengintegrasikan teori dan praktik melalui pembelajaran klinik yang berulang.¹⁶ Selain itu, teori Benner mendukung pembelajaran reflektif — di mana mahasiswa diajak meninjau kembali pengalaman klinik mereka untuk menemukan makna, kesalahan, dan pembelajaran baru.¹⁷

Penerapan dalam Manajemen dan Kepemimpinan Keperawatan

Teori Benner juga relevan dalam pengembangan kepemimpinan keperawatan. Manajer perawat dapat menggunakan model ini untuk menilai kemampuan staf, menyusun program pelatihan, dan mengembangkan mentor bagi perawat baru.¹⁸

 

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI

Kelebihan

1.     Menyediakan model realistis tentang perkembangan keahlian perawat.

2.     Mudah diterapkan di berbagai konteks (pendidikan, klinik, manajemen).

3.     Mendorong refleksi dan pembelajaran berkelanjutan.¹⁹

Kelemahan

1.     Kurang mempertimbangkan faktor eksternal seperti budaya organisasi dan kebijakan kesehatan.

2.     Belum menjelaskan secara detail aspek kognitif yang terlibat dalam pengambilan keputusan.²⁰

3.     Tidak sepenuhnya berlaku pada konteks praktik non-klinik (misalnya keperawatan komunitas atau riset).

 

DAFTAR PUSTAKA

Benner, P. (1984). From Novice to Expert: Excellence and Power in Clinical Nursing Practice. Addison-Wesley.

Benner, P., Tanner, C. A., & Chesla, C. A. (2009). Expertise in Nursing Practice: Caring, Clinical Judgment, and Ethics (2nd ed.). Springer.

Alligood, M. R. (2017). Nursing Theorists and Their Work (9th ed.). Elsevier.

Fawcett, J. (2018). Contemporary Nursing Knowledge: Analysis and Evaluation of Nursing Models and Theories (3rd ed.). Wolters Kluwer.

Meleis, A. I. (2018). Theoretical Nursing: Development and Progress (6th ed.). Wolters Kluwer.

McEwen, M., & Wills, E. M. (2019). Theoretical Basis for Nursing (5th ed.). Wolters Kluwer.

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. (2021). Fundamentals of Nursing (10th ed.). Elsevier.

Cash, K., & Tate, B. (2008). Developing the Expertise of Nurse Educators. Journal of Nursing Education, 47(9).

Dyess, S. M., & Sherman, R. O. (2009). The First Year of Practice: New Graduate Nurses’ Transition and Learning Needs. Journal of Continuing Education in Nursing, 40(9).

Kelly, P. (2012). Essentials of Nursing Leadership & Management (3rd ed.). Cengage Learning.

 

TEORI KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE

 

TEORI KEPERAWATAN FLORENCE NIGHTINGALE

 

BIOGRAFI

Florence Nightingale dikenal sebagai pelopor keperawatan modern yang memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan dasar-dasar teori keperawatan. Ia memperkenalkan konsep bahwa kebersihan lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap kesembuhan pasien.¹ Pandangan tersebut kemudian dikenal dengan Environmental Theory atau Teori Lingkungan, yang hingga kini tetap menjadi landasan utama dalam praktik keperawatan di seluruh dunia. Dalam sejarahnya, Nightingale menulis Notes on Nursing: What It Is and What It Is Not (1860), buku yang menjelaskan bagaimana lingkungan yang sehat dapat mempercepat penyembuhan dan mengurangi angka kematian pasien.² Teori ini tidak hanya menyoroti aspek medis, tetapi juga menempatkan perawat sebagai agen perubahan lingkungan demi kesejahteraan pasien.

Florence Nightingale lahir pada 12 Mei 1820 di Florence, Italia, dan dikenal sebagai The Lady with the Lamp karena dedikasinya merawat prajurit Inggris selama Perang Krimea.³ Ia menolak norma sosial zamannya dengan memilih jalur keperawatan—profesi yang kala itu dipandang rendah—dan justru menjadikannya profesi ilmiah yang bermartabat. Pada tahun 1860, Nightingale mendirikan Nightingale Training School for Nurses di Rumah Sakit St. Thomas, London, yang kemudian melahirkan generasi perawat profesional pertama di dunia.⁴

 

KONSEP UTAMA TEORI LINGKUNGAN

Teori Nightingale menekankan bahwa kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ia mengidentifikasi lima komponen utama yang berperan penting:⁵

1.     Udara Bersih (Pure Air)

Ventilasi yang baik membantu mencegah penumpukan udara kotor dan mempercepat pemulihan pasien.

2.     Air Bersih (Pure Water)

Air bersih penting untuk kebersihan tubuh, konsumsi, serta sanitasi lingkungan.

3.     Drainase Efektif (Efficient Drainage)

Sistem pembuangan limbah yang baik mencegah penyebaran penyakit.

4.     Kebersihan (Cleanliness)

Lingkungan bersih mengurangi risiko infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.

5.     Cahaya (Light)

Paparan sinar matahari dipercaya memiliki efek terapeutik terhadap kesehatan fisik dan mental pasien.

Selain itu, Nightingale menegaskan bahwa perawat bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang optimal bagi kesembuhan pasien, bukan hanya memberikan obat atau tindakan medis.⁶

 

ASUMSI DASAR TEORI

Pada Teori Florence Nightingale, dia mengemukakan beberapa asumsi dasar yang ada pada teorinya yaitu:⁷

1.     Lingkungan yang buruk menyebabkan penyakit.

2.     Alam memiliki kekuatan penyembuhan alami jika tidak dihalangi oleh kondisi lingkungan yang tidak sehat.

3.     Perawat harus menempatkan pasien dalam kondisi terbaik agar alam dapat bekerja secara optimal dalam proses penyembuhan.

 

HUBUNGAN DENGAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Teori Nightingale juga berhubungan erat dengan empat konsep utama dalam paradigma keperawatan, yaitu:⁸

1.     Manusia (Human): Individu yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosialnya.

2.     Kesehatan (Health): Kondisi seimbang antara lingkungan dan tubuh.

3.     Lingkungan (Environment): Faktor eksternal yang memengaruhi proses penyembuhan.

4.     Keperawatan (Nursing): Tindakan perawat untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan agar mendukung kesembuhan pasien.

 

PENERAPAN DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN MODERN

1.     Implementasi di Rumah Sakit

Di rumah sakit modern, teori Nightingale diterapkan melalui berbagai upaya seperti menjaga kebersihan ruangan, pengaturan ventilasi, pencahayaan alami, serta kontrol terhadap limbah medis.⁹ Perawat berperan memastikan semua elemen tersebut berfungsi dengan baik untuk menciptakan lingkungan penyembuhan yang aman dan nyaman.

2.     Penerapan di Keperawatan Komunitas

Dalam konteks komunitas, prinsip Nightingale diterapkan melalui promosi kesehatan lingkungan seperti sanitasi air, pembuangan limbah, dan pencegahan penyakit berbasis lingkungan.¹⁰

3.     Aplikasi dalam Keperawatan Holistik

Nightingale juga mengilhami pendekatan holistik di mana perawat memperhatikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien.¹¹ Dengan demikian, lingkungan bukan hanya berarti fisik, tetapi juga suasana emosional dan sosial yang mendukung kesejahteraan pasien.

 

KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI

Kelebihan

1.     Menjadi dasar pengembangan teori keperawatan lainnya.

2.     Menyediakan pendekatan holistik terhadap kesehatan pasien.

3.     Mudah diterapkan dalam berbagai konteks pelayanan kesehatan.

Kelemahan

1.     Terlalu fokus pada aspek lingkungan fisik dan kurang menyoroti dimensi psikososial pasien.

2.     Tidak menjelaskan secara rinci mekanisme fisiologis penyembuhan.

3.     Tidak sepenuhnya sesuai dengan konteks modern seperti penggunaan teknologi medis yang kompleks.¹²

 

DAFTAR PUSTAKA

Nightingale, F. (1860). Notes on Nursing: What It Is and What It Is Not. Harrison and Sons.

Dossey, B. M., Selanders, L. C., Beck, D. M., & Attewell, A. (2005). Florence Nightingale Today: Healing, Leadership, Global Action. Springer.

Selanders, L. C., & Crane, P. C. (2012). The Voice of Florence Nightingale on Advocacy. Online Journal of Issues in Nursing, 17(1).

McDonald, L. (2010). Florence Nightingale: A Very Brief History. Bloomsbury.

Alligood, M. R. (2017). Nursing Theorists and Their Work (9th ed.). Elsevier.

Fawcett, J. (2018). Contemporary Nursing Knowledge (3rd ed.). Wolters Kluwer.

Meleis, A. I. (2018). Theoretical Nursing: Development and Progress (6th ed.). Wolters Kluwer.

McEwen, M., & Wills, E. M. (2019). Theoretical Basis for Nursing (5th ed.). Wolters Kluwer.

Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P. A., & Hall, A. (2021). Fundamentals of Nursing (10th ed.). Elsevier.

LeMone, P., Burke, K. M., Bauldoff, G., & Gubrud, P. (2019). Medical-Surgical Nursing (8th ed.). Pearson.

Dossey, L. (2020). The Relevance of Nightingale’s Environmental Theory in Holistic Nursing Practice. Holistic Nursing Practice, 34(3).

McDonald, L. (2013). Florence Nightingale: A Research-Based Biography. Routledge.

 

Selasa, 23 September 2025

PERSPEKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PERSPEKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

 

Pendahuluan

Keperawatan medikal bedah merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang fokus pada pemberian asuhan keperawatan terhadap individu dewasa yang mengalami berbagai kondisi medis maupun bedah. Peran perawat dalam bidang ini sangat krusial karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar pasien, pencegahan komplikasi, serta memfasilitasi proses pemulihan kesehatan.

Dalam konteks perkembangan ilmu kesehatan yang semakin kompleks, perspektif keperawatan medikal bedah tidak hanya mencakup tindakan teknis, tetapi juga holistik, berorientasi pada pasien, berbasis bukti (evidence-based practice), dan menjunjung tinggi etika keperawatan. Perspektif ini juga dipengaruhi oleh paradigma keperawatan yang menempatkan manusia sebagai pusat pelayanan kesehatan dengan berbagai dimensi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

 

Definisi Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan medikal bedah adalah cabang keperawatan profesional yang memfokuskan perawatan pada pasien dewasa dengan gangguan kesehatan yang memerlukan intervensi medis maupun pembedahan. Perawat medikal bedah dituntut memiliki kemampuan klinis, keterampilan teknis, serta kemampuan manajerial dalam menghadapi kondisi pasien yang kompleks [1].

 

Ruang Lingkup Keperawatan Medikal Bedah

Ruang lingkup keperawatan medikal bedah sangat luas [2], meliputi:

1.       Asuhan pada pasien dengan penyakit kronis (misalnya hipertensi, diabetes mellitus).

2.       Penanganan pasien akut di instalasi gawat darurat maupun ruang intensif.

3.       Perawatan perioperatif (pra-bedah, intra-bedah, dan pasca-bedah).

4.       Edukasi pasien dan keluarga mengenai pencegahan penyakit dan perawatan di rumah.

 

Paradigma dalam Keperawatan Medikal Bedah

Paradigma keperawatan menempatkan manusia sebagai makhluk holistik. Dalam keperawatan medikal bedah, paradigma ini tercermin melalui:

1.       Manusia: pasien dipandang sebagai individu unik dengan kebutuhan berbeda.

2.       Kesehatan: kondisi dinamis yang dipengaruhi faktor biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

3.       Lingkungan: faktor eksternal yang memengaruhi status kesehatan.

4.       Keperawatan: intervensi profesional untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

 

Evidence-Based Practice dalam Keperawatan Medikal Bedah

Dalam dua dekade terakhir, praktik keperawatan medikal bedah semakin diarahkan pada penggunaan evidence-based practice (EBP). Hal ini bertujuan agar intervensi yang diberikan perawat memiliki dasar ilmiah yang kuat, efektif, dan efisien. EBP juga meningkatkan kepercayaan pasien terhadap layanan keperawatan [4].

 

Perspektif Keperawatan Medikal Bedah

1.       Perspektif Holistik

Keperawatan medikal bedah tidak hanya terfokus pada masalah medis, tetapi juga memperhatikan kondisi psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Sebagai contoh, pasien pasca-operasi tidak hanya membutuhkan perawatan luka, tetapi juga dukungan emosional agar mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi tubuh.

2.       Perspektif Profesionalisme

Profesionalisme dalam keperawatan medikal bedah mencakup kemampuan klinis, etika, komunikasi terapeutik, dan keterampilan kolaborasi antarprofesi. Perawat dituntut menjadi bagian dari tim kesehatan yang mampu bekerja sama dengan dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan tenaga kesehatan lainnya.

3.       Perspektif Etis dan Legal

Setiap tindakan keperawatan harus berlandaskan etika profesi, seperti menghargai hak pasien, menjaga kerahasiaan, serta memberikan pelayanan yang adil. Selain itu, perawat juga harus memahami aspek hukum yang terkait dengan praktik keperawatan, seperti informed consent dan patient safety.

4.       Perspektif Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Kemajuan teknologi kedokteran, seperti minimally invasive surgery atau penggunaan electronic health records, turut memengaruhi keperawatan medikal bedah. Perawat harus mampu beradaptasi dengan teknologi baru untuk meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan.

5.       Perspektif Edukatif dan Preventif

Selain fokus pada kuratif, perawat medikal bedah juga berperan dalam edukasi dan pencegahan. Edukasi pasien mengenai pengelolaan penyakit kronis seperti hipertensi atau diabetes, serta upaya pencegahan komplikasi pascaoperasi merupakan bagian penting dari perspektif ini.

 

Peran Perawat Medikal Bedah

Perawat medikal bedah memiliki peran yang sangat strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan [5] [6]. Beberapa peran utama yang menonjol, antara lain:

1.       Pemberi Asuhan (Care Provider)

Perawat bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan komprehensif, mulai dari pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Asuhan ini mencakup aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien.

2.       Edukator
Perawat berperan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit, prosedur medis atau bedah, perawatan mandiri, serta upaya pencegahan komplikasi. Edukasi ini penting agar pasien mampu berpartisipasi aktif dalam proses penyembuhan.

3.       Advokat Pasien (Patient Advocate)

Perawat menjadi suara bagi pasien, terutama dalam memastikan hak-hak pasien dihormati, memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur medis, serta membantu pengambilan keputusan kesehatan yang tepat.

4.       Kolaborator
Dalam tim kesehatan, perawat berkolaborasi dengan dokter, ahli gizi, fisioterapis, farmasis, dan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan kesehatan pasien. Kolaborasi ini meningkatkan efektivitas pelayanan yang diberikan.

5.       Peneliti (Researcher)

Perawat medikal bedah turut berperan dalam penelitian keperawatan guna mengembangkan praktik berbasis bukti (evidence-based practice). Melalui penelitian, perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan menemukan inovasi baru dalam perawatan pasien.

6.       Manajer Kasus (Case Manager)

Perawat membantu mengoordinasikan perawatan pasien dari awal masuk hingga pulang, termasuk memastikan kesinambungan asuhan di rumah melalui discharge planning.

 

Kesimpulan

Keperawatan medikal bedah adalah cabang ilmu keperawatan yang memiliki cakupan luas dan berperan vital dalam sistem pelayanan kesehatan. Perspektif keperawatan medikal bedah menekankan pada pendekatan holistik, profesionalisme, etika, penggunaan bukti ilmiah, serta adaptasi terhadap perkembangan teknologi. Dengan perspektif ini, diharapkan pelayanan keperawatan dapat memberikan kontribusi optimal dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dewasa yang menghadapi masalah medis maupun bedah.

 

Referensi :

1.  Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing. 14th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2018.

2. Ignatavicius DD, Workman ML, Rebar CR. Medical-Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care. 10th ed. St. Louis: Elsevier; 2020.

3. Potter PA, Perry AG, Stockert PA, Hall A. Fundamentals of Nursing. 10th ed. St. Louis: Elsevier; 2021.

4.   Melnyk BM, Fineout-Overholt E. Evidence-Based Practice in Nursing & Healthcare: A Guide to Best Practice. 4th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2019.

5.  Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and Practice. 10th ed. Pearson Education; 2017.

6.  White L, Duncan G, Baumle W. Medical-Surgical Nursing: An Integrated Approach. 3rd ed. Delmar Cengage Learning; 2016.

 


FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

 

FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

 

PENDAHULUAN

Keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktik profesional berkembang dari dasar pemikiran yang kokoh. Dua konsep fundamental yang menjadi fondasi keperawatan adalah falsafah keperawatan dan paradigma keperawatan. Falsafah keperawatan menjelaskan pandangan dasar, nilai, dan keyakinan yang menjadi pedoman perawat dalam memberikan asuhan. Sedangkan paradigma keperawatan menjelaskan kerangka konseptual yang memandu hubungan antar konsep inti dalam ilmu keperawatan. Pemahaman tentang falsafah dan paradigma sangat penting untuk membangun praktik keperawatan yang profesional, humanis, dan berbasis ilmu.

 

FALSAFAH KEPERAWATAN

Defenisi

Filsafat berasal dari akar kata Yunani philo (cinta) dan sophia (kebijaksanaan), yang berarti cinta akan kebijaksanaan. Filsafat adalah disiplin ilmu yang menyelidiki hakikat pengetahuan, realitas, eksistensi, etika, dan nilai-nilai.

Filsafat menantang individu untuk berpikir mendalam, mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensial, dan memaknai pengalaman manusia dan dunia di sekitarnya (Bender dkk., 2021; SharifiHeris dkk., 2023).

Falsafah keperawatan adalah seperangkat keyakinan, nilai, dan pandangan hidup yang menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi perawat dalam memberikan pelayanan. Falsafah ini mencerminkan cara pandang perawat terhadap manusia, kesehatan, lingkungan, dan praktik keperawatan (Alligood MR, 2022).

Menurut Watson (2008), falsafah keperawatan menekankan nilai caring, dimana hubungan manusiawi antara perawat dan klien menjadi inti dari praktik. Caring bukan sekadar tindakan, melainkan sikap moral, etika, dan komitmen untuk meningkatkan martabat manusia.

Fungsi

1.       Memberikan pandangan holistik terhadap manusia (biologis, psikologis, sosial, spiritual). 

2.       Menjadi dasar dalam memberikan asuhan yang berkualitas. 

3.       Mengarahkan pada tindakan keperawatan yang didasarkan pada alasan logis, bukan hanya metode empiris. 

Elemen Kunci Falsafah Keperawatan

1.       Humanisme dan Holistik: 

Perawat memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh, memenuhi semua kebutuhan (biologis, psikologis, sosial, dan spiritual) secara komprehensif. 

2.       Prinsip Keadilan: 

Perawatan yang diberikan tanpa memandang perbedaan suku, agama, status sosial, atau ekonomi. 

3.       Kemitraan Klien: 

Klien dianggap sebagai mitra yang aktif dalam proses pelayanan perdarahan. 

4.       Konteks Sistem Kesehatan: 

Pelayanan pertolongan adalah bagian dari tim kesehatan yang lebih besar, bukan praktik individu. 

5.       Nilai-Nilai Pribadi Perawat: 

Falsafah ini juga merupakan pernyataan nilai-nilai, etika, dan keyakinan perawat yang memotivasi mereka dalam profesi ini. 

Mengapa Falsafah Keperawatan Penting?

1.       Pedoman Praktik: 

Falsafah menjadi kerangka dasar untuk melakukan tindakan keperawatan yang berdasarkan prinsip-prinsip humanisme dan kebenaran. 

2.       Pengembangan Profesional: 

Membantu perawat untuk mengembangkan motivasi dan arah dalam praktik perawatan mereka. 

3.       Peningkatan Kualitas Layanan: 

menandakan bahwa pengasuhan yang diberikan bersifat komprehensif, berpusat pada klien, dan penuh empati. 

 

PARADIGMA KEPERAWATAN

Defenisi

Paradigma berasal dari kata Yunani “Paradigma” yang berarti contoh, teladan dan pola atau model, yang berasal dari kata kerja “Paradeiknumi” yang berarti memperlihatkan, menyediakan dan dipaparkan. “Para” berarti “di samping” dan “dekat”, sedangkan “deiknumi” berarti menunjuk dan memperlihatkan. Kata Yunani “Paradigma” telah digunakan oleh Plato dalam teks-teks Yunani sebagai model atau pola yang digunakan oleh Demiurge (Tuhan) untuk menciptakan alam semesta dan kosmos (Bahramnezhad, F. dan Salsali, M. 2013).

Fungsi

Fungsi paradigma keperaawatan yaitu (McEwen M, Wills EM., 2019):

1.       Landasan pengembangan teori keperawatan.

2.       Acuan dalam praktik klinis.

3.       Panduan dalam penelitian keperawatan.

4.       Pedoman dalam pendidikan keperawatan. 

Komponen

Mengembangkan filosofi keperawatan membutuhkan pemahaman tentang metaparadigma keperawatan. Hardy (1978) memperkenalkan penggunaan paradigma dalam keperawatan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang profesi ini. Metaparadigma keperawatan merupakan fondasi bagi pengetahuan dan filosofi keperawatan (Fawcett, 1984). Komponen dalam Paradigma keperawatan yaitu empat konsep yang tercantum di bawah ini, mewakili elemen inti dari semua teori keperawatan.

1.       Orang (Person): Fokus perawatan keperawatan

Contoh: Teori Perawatan Manusia Watson memandang pasien secara holistik, sedangkan model Sistem Perilaku Johnson memandang orang tersebut melalui lensa tujuh subsistem yang berbeda.

2.       Kesehatan (Health): Tergantung pada teori yang digunakan, kesehatan dan penyakit dapat dianggap sebagai dua konstruksi (atau konsep) yang terpisah atau kesehatan dan penyakit dipandang sebagai suatu kontinum (berubah perlahan seiring waktu).

Contohnya: Teori Pencapaian Tujuan King memandang kesehatan sebagai suatu keadaan fungsional sepanjang hidup seseorang (suatu kontinum), sedangkan model Sistem Neuman memandang kesehatan dan penyakit sebagai dua konstruksi yang terpisah.

3.       Keperawatan (Nursing) : Suatu proses di mana perawat memberikan asuhan. Prosesnya berubah tergantung pada teori yang digunakan.

Contoh: Teori Perawatan Manusia Watson memandang keperawatan sebagai pemberian perawatan dengan menggunakan 10 faktor karatif sedangkan teori Defisit Perawatan Diri Orem dimana fokus perawatan perawat adalah membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka.

4.       Lingkungan (Enviroment) : lingkungan seseorang dalam konteks global (Fawcett, 2005) (Mintz-Binder, 2019)

metaparadigma

Keempat konsep metaparadigma berinteraksi dan saling terkait. Saat merumuskan filosofi keperawatan, individu harus mempertimbangkan bagaimana masing-masing konsep ini saling terkait dengan ilmu dan seni keperawatan, serta bagaimana hubungan ini berlaku pada nilai dan sistem keyakinan pribadinya.

 

Pola Dasar Pengetahuan dalam Keperawatan

Menurut Carper (1978) Pola Dasar Pengetahuan dalam Keperawatan membantu perawat dalam menciptakan filosofi keperawatan. Empat pola pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut:

1.       Pengetahuan pribadi

2.       Empiris : ilmu keperawatan

3.       Etika : moralitas​

4.       Estetika : seni keperawatan

Carper (1978) menyatakan bahwa pola pengetahuan merepresentasikan kompleksitas dan keragaman dalam praktik keperawatan. Memasukkan pola pengetahuan ke dalam filosofi seseorang melambangkan perspektif dan signifikansi pribadi bagi praktiknya. Pola pengetahuan ini tidak eksklusif satu sama lain, serupa dengan metaparadigma; sebaliknya, elemen-elemen dari setiap pola bekerja sama untuk menjelaskan praktik keperawatan secara keseluruhan.

Merefleksikan empat pola pengetahuan menghasilkan kesadaran akan pengetahuan pribadi dan profesional, keyakinan moral dan etika, sains (seperti penelitian dan praktik berbasis bukti), dan imajinasi kreatif (estetika). Carper (1978) merangkum makna keperawatan dalam kerangka empat pola pengetahuan:

“Dengan demikian, keperawatan bergantung pada pengetahuan ilmiah tentang perilaku manusia dalam keadaan sehat dan sakit, persepsi estetika terhadap pengalaman manusia yang signifikan, pemahaman pribadi tentang individualitas diri yang unik, dan kapasitas untuk membuat pilihan dalam situasi konkret yang melibatkan penilaian moral tertentu (hlm. 22).”

 

HUBUNGAN FALSAFAH DENGAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Falsafah dan paradigma memiliki hubungan yang erat. Falsafah keperawatan memberikan landasan nilai dan keyakinan fundamental, sedangkan paradigma keperawatan memberikan kerangka konseptual untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam praktik.

Sebagai contoh, falsafah caring menurut Watson berlandaskan nilai kemanusiaan, sedangkan paradigma keperawatan menyediakan kerangka untuk menerapkan caring dalam konteks hubungan perawat-pasien, interaksi dengan lingkungan, serta upaya peningkatan kesehatan (Watson J., 2008).

Dengan demikian:

  • Falsafah → memberi arah dan makna bagi profesi keperawatan.
  • Paradigma → memberi struktur dan kerangka kerja untuk menerapkan falsafah keperawatan.

Hubungan ini memastikan bahwa praktik keperawatan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berlandaskan nilai kemanusiaan yang mendalam.

 

 

REFERENSI

Alligood MR. (2022) Nursing Theorists and Their Work. 9th ed. St. Louis: Elsevier

Watson J. (2008) Nursing: The Philosophy and Science of Caring. Revised ed. Boulder: University Press of Colorado.

Bahramnezhad, F. dan Salsali, M. (2013) Keperawatan pada Tahap Pra-Paradigma atau Paradigma. Jurnal Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Kesehatan, 1, 268-276.
http://jqr.kmu.ac.ir/~ijhcr/browse.php

Carper, B. A. (1978). Fundamental patterns of knowing in nursing. Advances in Nursing Science, 1, 13-23. https://journals.lww.com/advancesinnursingscience/citation/1978/10000/Fundamental_Patterns_of_Knowing_in_Nursing.4.aspx

Fawcett, J. (1984). The metaparadigm of nursing: Present status and future refinements. Journal of Nursing Scholarship, 16(3), 84-87, http://doi.org/10.1111/j.1547-5069.1984.tb01393.x

Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: Analysis and evaluation of nursing models and theories (2nd ed.). F. A. Davis.

Hardy, M. E. (1978). Perspectives on nursing theory. Advances in Nursing Science, 1, 37-48. https://journals.lww.com/advancesinnursingscience/citation/1978/10000/Perspectives_on_Nursing_Theory.6.aspx

Marchuk, A. (2014). A personal nursing philosophy in practice. Journal of Neonatal Nursing20, 266–273. http://doi.org/10.1016/j.jnn.2014.06.004

McEwen M, Wills EM. (2019) Theoretical Basis for Nursing. 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.