Senin, 12 Oktober 2020

Teori Keperawatan Phil Barker Tidal Model of Mental Health Recovery

 Teori Phil Barker Tidal Model of Mental Health Recovery

 

Teori Phil Barker merupakan model tidal. Model ini mengatakan bahwa ada hal-hal yang sangat esensial dalam sebuah keperawatan yakni kesehatan mental (kebutuhan kejiwaan). Model tidal ini ditandai dengan dua asumsi dasar yang pertama adalah hanya perubahan yang bersifat tetap, dimana pengalaman yang selalu terjadi pada manusia akan secara konstan mempengaruhi perubahan manusia. Asumsi kedua adalah disaat manusia mengalami tekanan psikis yang cukup tinggi. Manusia tersebut akan membutuhkan terapi yang bisa membuat mereka rileks dan kembali memulai perbaikan terhadap masalah yang mereka alami.

Dua asumsi dasar dalam Model Tidal. Pertama, perubahan itu pasti. Tidak ada yang abadi. Semua manusia mengalami perubahan secara terus menerus dan manusia secara pasti terus berubah. Ini berarti nilai dari menolong sesama menjadi lebih peka terhadap bagaimana perubahan terjadi di antara dan di sekeliling mereka. Kedua, manusia adalah kisah hidup mereka. Mereka tidak lebih dan tidak kurang hanyalah kumpulan kisah dari pengalaman hidup mereka. Kisah seseorang selalu terbingkai dalam sudut pandang orang pertama dan kisah tentang bagaimana seseorang dapat berada disini mengalami masalah hidup dan mendapatkan materi-materi untuk solusi masalah kehidupan. Pada akhirnya, masalah kita adalah milik kita dan bersifat unik (Tomey M.A, Aligood,2006).

Model tidal beranggapan bahwa saat manusia terperangkap dalam masalah psikis, ini diumpamakan mereka beresiko tenggelam dalam tekanan. Semua orang yang berada dalam keadaan ini membutuhkan suatu perlindungan yang aman dimana mereka bisa beristirahat untuk menata kembali kehudupannya. Sampai mereka memperoleh kembali kekuatan dan kepercayaan diri untuk mengarungi hidup.

 

Sumber Teoritis Phill Barker

Model pasang surut menarik metafora filosofis inti dari teori chaos, seperti yang tak terduga-namun dibatasi-sifat perilaku manusia dan pengalaman dibandingkan dengan aliran dinamis dan kekuatan air dan gelombang pasang laut. (Barker, 2001)

Tidal model diaplikasikan melalui enam kunci asumsi filosofis yaitu:

1.    keyakinan tentang keingintahuan dalam arti positif

2.    pengakuan atas kekuatan sumberdaya, daripada berfokus pada masalah, kekurangan atau kelemahan

3.    menghormati keinginan seseorang, bukannya paternalistik

4.    penerimaan paradoks krisis sebagai peluang

5.    mengakui bahwa semua tujuan berfokus pada seseorang

6.    keutamaan mengejar elegan dengan cara sederhana yang mungkin harus dicari

 

Proses Keterlibatan (Engagement Process)

Agar praktisi dapat memulai proses keterlibatan menggunakan Tidal model, hal-hal yang perlu diperhatikan:

1.    bahwa pemulihan mungkin terjadi

2.    bahwa perubahan tidak bisa dihindari, tidak ada yang tetap

3.    bahwa pada akhirnya, orang tahu apa yang terbaik untuk mereka

4.    bahwa orang memiliki semua sumber daya yang mereka butuhkan untuk memulai

5.    perjalanan pemulihan

6.    bahwa orang tersebut adalah guru dan tenaga penolong/praktisi adalah muridnya

7.    bahwa tenaga penolong/praktisi harus kreatif dan mempunyai rasa ingin tahu dalam mempelajari apa yang perlu dilakukan untuk membantu seseorang

Proses keterlibatan dengan orang yang dalam masalah dan kesusahan terjadi dalam tiga domain atau dimensi. Dengan Tidal model, praktisi mengeksplorasi dimensi-dimensi tersebut untuk sadar akan situasi di saat ini dan menentukan apa yang harusnya terjadi sekarang.

1.    Domain diri (self–domain) adalah di mana orang merasakan pengalaman mereka. Ada penekanan untuk membuat orang merasa lebih aman dan praktisi membantu mengembangkan “rencana keamanan” atau security plan untuk mengurangi ancaman terhadapnya atau orang lain di sekitarnya.

2.    Domain dunia (world domain) di mana orang berpegang pada kisah mereka. Praktisi Tidal model menggunakan cara khusus untuk mengeksplorasi cerita ini bersama-sama, mengungkapkan makna yang tersembunyi, menggali sumber daya yang ada, dan untuk mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan untuk membantu pemulihan.

3.    Domain lainnya (others domain) menggambarkan berbagai hubungan yang dimiliki seseorang di masa lalu, masa sekarang dan masa depan, tidak hanya praktisi Tidal model tetapi juga anggota lain dari tim perawatan kesehatan dan sosial, teman, keluarga dan pendukung lainnya.

 

Kekuatan metafora

Tidal model menggunakan metafora atau filosofi air dan menjelaskan bagaimana orang-orang dalam kesusahanatau distress bisa menjadi rapuh secara emosionalfisik dan spiritual. Filosofi ini memandang pengalaman sehat dan sakit seperti zat cair, bukan sebuah fenomena yang stabil, dan kehidupan sebagai sebuah perjalanan yang dilakukan di lautan pengalaman. Filosofi ini menyatakan bahwa kesehatan jiwa, faktor yang terkait dengan krisis kejiwaan, bisa beragam serta kumulatif. Dengan berprinsip pada filosofi ini, perawat atau tenaga penolong lainnya akan mendapatkan pemahaman yang lebih tentang situasi yang saat itu sedang dihadapi seseorang dan perlunya suatu perubahan. Dengan ini, praktisi atau tenaga penolong, seiring berjalannya waktu, akan dibimbing untuk merawat atau mengasuh seseorang mulai dari awal perjalanan mereka hingga terdampar, tenggelam atau sebaliknya dicampakkan oleh permasalahan hidup mereka. Eksplorasi kemudian dapat dilakukan untuk mengetahui apa yang sebenarnya menyebabkan badai dan apa yang perlu dilakukan segera untuk dapat berlayar lagi.

 

Nilai Tidal Model

Sepuluh komitmen yang perlu diperhatikan:

1.        Value the Voice (Hargai Suara)

2.        Mendengarkan cerita seseorang adalah yang hal yang terpenting.

3.        Respect the Language (Hormati Bahasa)

4.        Memungkinkan orang untuk mengekspresikan, menggambarkan, dan mendeskripsikan pengalaman hidup mereka menggunakan cara dan bahasa mereka sendiri.

5.        Develop Genuine Curiosity (Kembangkan Rasa Ingin Tahu)

6.        Menunjukkan ketertarikan dan rasa ingin tahu tentang cerita orang tersebut.

7.        Become the Apprentice (Menjadi Apprentice)

8.        Menempatkan diri dalam cerita tersebut dan belajar serta mengambil hikmah dari cerita orang yang anda bantu (klien).

9.        Reveal personal wisdom (Ungkapkan Kebijaksanaan)

10.    Pada dasarnya setiap orang memiliki sikap bijaksana dalam menghadapi setiap pengalaman hidupnya. Praktisi atau tenaga penolong mempunyai tugas untuk membantunya mengungkapkan kebijaksanaan tersebut yang akan membantu dalam proses pemulihannya.

11.    Be Transparent (Jadilah Transparan atau Terbuka)

12.    Baik klien maupun praktisi atau tenaga penolong profesional berada dalam posisi istimewa dan harus menjadi model yang percaya diri, dengan cara setiap saat menjadi transparan atau terbuka dan membantu untuk memastikan klien tersebut memahami apa yang sebenarnya sedang dilakukannya.

13.    Use the Available Toolkit (Gunakan Sumberdaya yang Ada)

14.    Cerita seseorang berisi informasi yang berharga untuk mengetahui sumberdaya mana yang dapat digunakan untuk membantu proses pemulihan dan mana yang tidak dapat digunakan.

15.    Craft the Step Beyond (Tentukan Langkah)

16.    Praktisi atau tenaga penolong bersama-sama dengan klien membangun sebuah apresiasi dan menentukan langkah apa yang harus dilakukan “sekarang” karena langkah awal merupakan langkah yang penting.

17.    Give the Gift of Time (Berikan Waktu)

18.    Tidak ada yang lebih berharga daripada waktu yang dihabiskan praktisi dan klien bersama-sama. Pertanyaan yang harus ditanyakan bukan “Berapa banyak waktu yang masih kita punya?” melainkan “Bagaimana kita menggunakan waktu yang ada saat ini?”.

19.    Know That Change is Constant (Ketahuilah Bahwa Perubahan Bersifat Konstan)

 

Dua Puluh Kompetensi yang disampaikan Phil Barker:

1.        Kompetensi 1

Menunjukkan kapasitas untuk mendengarkan cerita orang secara aktif.

2.        Kompetensi 2

Menunjukkan komitmen untuk membantu orang  dengan mengetahui permasalahannya karena hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses keperawatan.

3.        Kompetensi 3

Membantu orang mengekspresikan perasaan pasien.

4.        Kompetensi 4

Membantu orang mengekspresikan dirinya atau pemahamannya tentang pengalaman tertentu melalui penggunaan cerita pribadi, anekdot, perumpamaan atau metafora.

5.        Kompetensi 5

Menunjukkan minat dalam cerita seseorang dengan meminta klarifikasi dari titik-titik tertentu, dan meminta contoh-contoh lebih lanjut atau rincian.

6.        Kompetensi 6

Menunjukkan kesediaan untuk membantu orang.

7.        Kompetensi 7

Mengembangkan rencana perawatan berbasis permasalahan pasien.

8.        Kompetensi 8

Membantu orang mengidentifikasi masalah spesifik hidup, dan apa yang mungkin perlu dilakukan untuk mengatasinya.

9.        Kompetensi 9

Membantu orang mengembangkan kesadaran dari apa yang bekerja untuk atau terhadap mereka, dalam kaitannya dengan masalah-masalah khusus hidup.

10.    Kompetensi 10

Menunjukkan minat dalam mengidentifikasi apa yang orang berpikir orang-orang tertentu yang dapat atau mungkin bisa lakukan untuk membantu mereka lebih lanjut dalam menangani masalah spesifik hidup.

11.    Kompetensi 11

Membantu orang mengidentifikasi jenis perubahan akan merupakan langkah ke arah penyelesaian atau bergerak menjauh dari suatu masalah tertentu hidup.

12.    Kompetensi 12

Membantu orang mengidentifikasi apa yang harus dilakukan  dalam waktu dekat.

13.    Kompetensi 13

Membantu orang mengembangkan kesadaran mereka bahwa waktu khusus sedang diberikan untuk mengatasi kebutuhan spesifik mereka.

14.    Kompetensi 14

Mengakui nilai waktu orang tersebut memberikan kepada proses penilaian dan perawatan pengiriman.

15.    Kompetensi 15

Membantu orang mengidentifikasi dan mengembangkan kesadaran kekuatan dan kelemahan pribadi.

16.    Kompetensi 16

Membantu orang mengembangkan keyakinan diri, karena itu mempromosikan kemampuan mereka untuk membantu diri mereka sendiri.

17.    Kompetensi 17

Membantu orang mengembangkan kesadaran subtlest perubahan dalam pikiran, perasaan atau tindakan.

18.    Kompetensi 18

Membantu orang mengembangkan kesadaran tentang bagaimana mereka, orang lain atau peristiwa telah mempengaruhi perubahan ini.

19.    Kompetensi 19

Bertujuan untuk memastikan bahwa orang tersebut sadar, setiap saat, tujuan dari semua proses perawatan.

20.    Kompetensi 20

Memastikan bahwa orang tersebut dilengkapi dengan salinan dari semua dokumen penilaian dan perencanaan perawatan untuk referensi mereka sendiri.

 

Tidal model berawal dari empat poin penting, yaitu:

1.        Fokus terapeutik yang utama dalam kesehatan jiwa ialah dalam komunitas.

Manusia hidup di “lautan pengalaman” dan krisis kejiwaan hanyalah satu dari sekian banyak hal yang dapat “menenggalamkan” mereka. Tujuan keperawatan atau asuhan kesehatan jiwa ialah untuk mengembalikan mereka ke “lautan pengalaman” tersebut sehingga mereka dapat melanjutkan perjalanan hidup mereka.

2.        Perubahan merupakan proses yang terus berjalan dan konstan

Manusia akan terus berubah, namun kadang mereka tidak menyadarinya. Salah satu tujuan utama intervensi yang dilakukan ialah untuk membantu klien membangun kesadaran bahwa sekecil apapun perubahan itu akan membawa dampak yang besar bagi hidupnya.

3.        Kekuatan terletak pada proses asuhan

Perawat membantu klien untuk mengidentifikasi bagaimana ia dapat lebih berperan ddalam hidupnya dan mengontrol hidupnya serta pengalaman yang didapatnya.

4.        Perawat dan klien adalah satu, tidak dapat dipisahkan seperti penari dalam sebuah tarian

 

Model Konsep

Tiga dimensi personhood. (Barker, PJ. 2000. The tidal model theory and practice. Pp. 29-31. Newcastle, UK: University of Newcastle.)

Orang yang hidup dengan melewati pengalaman di dunianya dapat dijelaskan menjadi tiga dimensi: dunia, self (diri sendiri), dan orang lain. Dimensi dunia memfokuskan kepada kebutuhan manusia untuk dimengerti dan divalidasi persepsi mereka. Pengkajian keperawatan yang holistik terdokumentasi dalam suara yang dimiliki manusia. Pengkajian ini memfokuskan pada dunia pengalaman manusia dan memberikan kesempatan untuk belajar tentang masalah yang dihadapi manusia saat ini, skala dan evaluasi dari masalah tersebut, sumber daya apa pada kehidupan manusia yang mungkin dapat digunakan untuk membantu mengatasi masalah tersebut atau memenuhi kebutuhan, dan kebutuhan apa yang diperlukan untuk membawa  suatu perubahan (Barker, 2000).

Dimensi self (diri sendiri) menunjukkan kebutuhan manusia akan keamanan fisik dan emosional. Kolaborasi untuk pengkajian keamanan mampu memenuhi kebutuhan tersebut dan menghasilkan rencana keamanan, yang mengidentifikasi dan mendukung kebutuhan keamanan personal dan menurunkan risiko mencelakai diri sendiri dan orang lain, area bunuh diri, kekerasan, melukai diri sendiri dan mengabaikan diri sendiri merupakan target yang spesisifk.

Jenis dukungan dan pelayanan yang orang butuhkan agar dapat hidup normal dibagi menjadi tiga dimensi. Tim kerja interdisiplin pada dimensi ini merupakan intervensi medis, sosial, dan psikologi yang spesifik, sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari seperti: keuangan, perumahan, dan determinan kesehatan yang lain. Keluarga, teman, dan hal lain yang signifikan juga ditemukan pada dimensi ini.

Struktur perawatan (Barker, PJ. 2000. The tidal model theory and practice. Pp. 27. Newcastle, UK: University of Newcastle.)

Dalam pengkajian holistik, riwayat seseorang adalah pada pusat rencana tindakan dan adalah ditampilkan seperti sebuah pusat. siklus pengkajian keamanan dan rencana mengelilingi pusat, semuanya dikelilingi oleh siklus tim interdisiplin

 

Paradigma keperawatan menurut Phil Barker adalah:

1.        Keperawatan

Keperawatan terus-menerus mengalami perubahan, secara internal dan dalam relasinya dengan persepsi lainnya, sebagai respon atas perubahan struktur dan kebutuhan. Sifat alami dari hubungan Barker dengan pengguna jasa mengkonfirmasikan apresiasinya terhadap keperawatan sebagai konstruksi sosial dibandingkan professional “Jika ada orang yang menggambarkan keperawatan, secara garis besar, itu adalah kostruksi sosial dari aturan keperawatan”. Keperawatan sebagai pemeliharaan, hanya akan nyata apabila kondisi-kondisi yang penting untuk peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, berada pada tempat yang tepat. Keperawatan adalah aktivitas berdaya tahan dalam hubungan interpersonal manusia dan meliputi sesuatu yang focus pada peningkatan pertumbuhan dan perkembangan.

Keperawatan adalah jasa pelayanan kemanusiaan yang ditawarkan oleh sekelompok orang kepada orang lain. Ada kekuatan yang dinamis dalam hal pemberian pelayanan keperawatan dimana seseorang bertugas untuk peduli pada sesama. Fokus penting dalam keperawatan adalah bahwa kebutuhan diekspresikan dengan merawat seseorang yang hanya dapat diartikan sebagai fungsi hubungan antara manusia dengan kebutuhannya akan perawatan dan manusia yang memenuhi kebutuhan tersebut. Fokus ini berada pada respon manusia terhadap masalah kesehatan yang nyata ataupun yang potensial akan terjadi dan mungkin berbeda berdasarkan hubungan manusia dengan lingkungan, tingkah laku, emosi, kepercayaan, identitas kemampuan, dan spiritualitas.

Berada bersama dan merawat orang-orang adalah proses yang mendasari semua keperawatan kesehatan mental dan kejiwaan, dan proses ini yang membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu kesehatan lain dan kepedulian social lainnya. Keperawatan melengkapi pelayanan lain dan sejajar dengan peran dan fungsi dari disiplin ilmu lainnya dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia.

2.        Manusia

Dalam Model Tidal, perhatian diarahkan langsung kepada pandangan fenomenologis dari pengalaman hidup manusia atau dari kisah manusia. Perawat mampu melihat dan mengapresiasi dunia dari perspektif seseorang dan membaginya dengan orang lain. Manusia adalah kisah mereka. “Rasa seseorang terhadap diri dan dunia yang sarat pengalaman mencakup pengalaman orang lain pada kisah hidup mereka dan berbagai arti yang mereka hasilkan. Manusia berada pada titik konstan akan perubahan, menyatu dengan proses lahiriah. Mereka hidup dalam dunia pengalaman diwakili dalam tiga dimensi dunia yaitu dunia, diri sendiri dan orang lain. Model Tidal “memegang beberapa asumsi tentang kebenaran dari hidup sesorang. Manusia didefinisikan dalam hubungan, sebagi contoh ibu, ayah, putri, putra, saudara perempuan, saudara laki-laki. Mereka juga berhubungan dengan perawat.

3.        Kesehatan

Barker memberi pengertian yang provokatif tentang kesehatan sebagai berikut: reaksi yang dipertajam secara cultural kepada realitas yang tercipta secara social. Itu membentuk kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, untuk tumbuh dewasa untuk memulihkan bila rusak, untuk menderita dan merasakan kematian yang damai. Kesehatan masa depan mencakup sumber daya di dalam diri.

Kesehatan adalah suatu tugas personal dimana sukses adalah “dalambagian besar dari mawas diri, disiplin diri, dan sumber daya dalam diri yang dengannya setiap orang mengatur irama dan kegiatan harian mereka sendiri, diet dan seksualitas mereka. Perawat menyatu dengan orang-orang untuk mempelajari kisah mereka dan pemahaman mereka terhadap situasi mereka yang terkini, termasuk hubungan sehat dan sakit dalam pandangan mereka. Mengapresiasi pemahaman seseorang akan keseahatan memampukan perawat untuk tetap focus pada pemahaman pasien akan hasil yang diharapkan. Perspektif terpusat dari seseorang yang holistic dan fenomenologis ini mengarah pada banyak kemungkinan.

Sakit atau penyakit hampir selalu melibatkan krisis spiritual dan rasa hilang diri. Suatu keadaan sakit adalah masalah manusia dengan hubungan sosial, psikologis, dan medis (suatu krisis hidup menyeluruh). Keperawatan dalam Model Tidal bersifat pragmatis dan berfokus pada kekuatan seseorang, sumber daya dan kemungkinan-kemungkinan, mempertahankan orientasi sehat, suatu teori kesehatan.

4.        Lingkungan

Lingkungan adalah kehidupan sosial yang luas dalam alam semesta, konteks dimana orang-orang melakukan perjalanan mengarungi lautan pengalaman. Perawat menciptakan ruang untuk bertumbuh dan berkembang. Hubungan terapeutik digunakan dalam cara-cara untuk meningkatkan hubungan manusia dengan lingkungannya. Masalah-masalah manusia dapat berasal dari interaksi personal-lingkungan yang kompleks dalam kekacauan yang terorganisisr dari dunia sehari-hari. Di antara lingkungan terdapat daerah-daerah vital dari kehidupan sehari-hari mencakup perumahan, keuangan, pekerjaan, kebahagiaan, dan rasa memiliki.

Dengan intervensi kritis, perawat perlu membuat seseorang dan lingkungannya aman dan terlindungi. Perawat mengatur kondisi-kondisi yang menolong untuk menghilangkan stress dan memulai proses pemulihan yang lama, resolusi atau proses belajar. Mereka menolong orang-orang untuk merasakan “keseluruhan” dari pengalaman mereka dan potensi pemulihan (Tomey M.A, Aligood,2006).

 

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar,A.(2004). Filsafat Ilmu.Jakarta: Rajawali Pers

Mercer, T.R., & Walker, L.O. (2006). A Review of Nursing Intervention to Foster Becoming a Mother. A WHONN-JOGBB. 35(5).

Potter, Patrecia A., Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:

Konsep, Proses, dan Praktik, Vol 1 Ed 4. Jakarta: EGC

Russell, K. (2006). Maternal Confidence of First-Time Mothers During Their Child’s Infancy. Nursing Dissertations. 9 Juli 2012. http://digitalarchieve.gsu.edu/nursing_diss/1

Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing Theorist and Their Work (6th ed). Missouri: Mosby Inc

Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010). Nursing Theorist and Their Work (7th ed). Missouri: Mosby Inc

 

Teori Keperawatan Teori Eakes, Burke & Hainsworth of Chronic Sorrow

 Teori Eakes, Burke & Hainsworth of Chronic Sorrow

(Teori Berduka Kronis)

 

Chronic sorrow (Berduka Kronis) merupakan salah satu teori keperawatan yang termasuk dalam teori middle range keperawatan yang dikemukakan oleh Eakes, Burke dan Hainsworth.Chronic sorrow merupakan perasaan sedih dan berduka yang memanjang, periodik dan berulang karena kehilangan yang signifikan. Chronic sorrow menjelaskan tentang pengalaman individu sepanjang hidupnya dalam menghadapi kehilangan, chronic sorrow sering muncul pada pasien dalam kondisi penyakit kronik di mana hal tersebut menjadi pemicu adanya kehilangan dan proses berduka yang memanjang.

 

Model Teori Berduka Kronis

 1.        Berduka kronis(Chronic Sorrow)

Chronic Sorrow (berduka kronis) adalah suatu kesenjanganyang sedang berlangsung sebagai akibat dari suatu kehilangan dengan karakteristik perpasive dan permanen. Gejala berduka dapatterjadi berulang secara periodik dan gejala ini berpotensi progresif (Alligood, 2014).

2.        Kehilangan(Loss)

Kehilangan muncul karena adanya ketidakseimbangan/ perbedaan antara ideal dan situasi atau pengalaman yang nyata. Sebagai contoh anak yang sempurna dengan anak dengan kondisi kronik yang berbeda dengan ideal

3.        Peristiwa Pencetus(Triger events)

Kejadian pencetus adalah situasi, keadaan dan kondisi yang menyebabkan perbedaan atau kehilangan berulang dan memulai atau memperburuk perasaan berduka (Alligood, 2014).

4.        Metode Manajemen (Management method)

Metode manajemen adalah suatu cara bagaimana individu menerima penderitaan kronis. Bisa secara internal (strategi koping individu) atau eksternal (bantuan tenaga kesehatan atau intervensi orang lain).Penderitaan kronis tidak akan membuat individu melemah bila efektif dalam mengatur perasaan bisa secara internal maupun ekternal.

a.         Managemen internal sebagai tindakan, kognitif, interpersonal dan emosional. Tindakan koping digunakan untuk semua subjek individu dengan kondisi kronis dan pemberi perawatannya. Kognitif koping contohnya berpikir positif, membuat sesuatu dengan sebaik-baiknya, tidak memaksakan diri bila tidak mampu (Hainsworth, 1994 dalam Alligood, 2014). Contoh koping interpersonal adalah pergi memeriksakan diri ke psikiater, masuk dalam suatu kelompok atau group dan bicara atau berkomunikasi dengan orang lain (Eakes, 1993; Hainsworth, 1994, dalam Alligood, 2014). Strategi emosional contohnya menangis atau ekspresi emosi lainnya.

b.         Managemen eksternal adalah intervensi yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Eakes et al., 1998dalam Alligood, 2014). Pelayanan kesehatan yang diberikan secara profesional dapat membantu memberikan rasa nyaman bagi mereka, caring dan tenaga profesional yang kompeten lainnya (Alligood, 2014).

c.         Managemen Inefektif

Management inefektif merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan ketidaknyamanan atau mempertinggi perasaan chronic sorrow.

d.        Managemen Effective

Management efektif merupakan hasil dari strategi yang meningkatkan kenyamanan perasaan individual.

5.        Strategi manejemen

NCRCS menyakinkan bahwa kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat melakukan menejemen perasaan secara efektif.Strategi koping internal:

a.    Action (tindakan), mekanisme koping action individu baik yang bersangkutan maupun pelaku rawatnya. Contohnya metode distraksi yang umum digunakan untuk menghadapi nyeri

b.    Kognitif, mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya berpikir positif, ikhlas menerima semua ini

c.    Interpersonal, mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi dengan ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung, melakukan curhat

d.   Emosional, mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan mengekspresikan emosi.

Strategi menejemen ini semua dianggap efektif bila para pelaku atau individu mengaku terbantu untuk menurunkan perasaan kembali berduka (re-grief). Strategi koping eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman para subyek dengan bersikap empati, memberi edukasi serta merawat dan melakukan tindakan professional kompeten lainnya.

 

Asumsi Mayor: Theory of Chronic Sorrow

1.        Keperawatan

Praktek keperawatan memiliki lingkup praktek untuk mendiagnosa adanya Chronic sorrow untuk kemudian melakukan intervensi untuk mengatasinya. Peran utama perawat adalah bersikap empati, memberi edukasi, serta merawat dan melakukan tindakan professional lainnya

2.        Manusia

Memiliki persepsi ideal mengenai proses kehidupan dan kesehatan. Manusia akan membandingkan pengalamannya dengan idealismenya pribadi dan dengan orang-orang disekitarnya. Meskipun pengalaman individu terhadap kehilangan bersifat unik, namun terdapat komponen-komponen yang umumnya dapat diprediksi ada terikat pengalaman kehilangan.

3.        Kesehatan

Kesehatan seseorang tergantung adaptasi terhadap kesenjangan yang tercipta setelah kehilangan. Koping yang efektif menghasilkan respon normal terhadap kehilangan

4.        Lingkungan

Lingkungan pelayanan kesehatan merupakan tempat terjadinya interaksi individu dalam konteks social, dengan keluarga, social dan pekerjaan.

 

Clarity Theory of Chronic Sorrow

Teori ini secara jelas menggambarkan fenomena yang terjadi pada area klinik ketika terjadi kehilangan. Konsep Mayor dan hubungan antar konsep juga diartikan secara jelas hingga menghasilkan pemahaman yang tepat. Sebagai contoh pemahaman bahwa Chronic sorrow memberikan kerangka berpikir dalam menghadapi dan memahami individu yang sedang mengalami suatu kehilangan atau berduka yang memanjang. Dalam konsep chronic sorrow terdapat antecenden atau hal-hal yang mendahului, trigger events atau kejadian pemicu dan metode-metode manajemen baik internal maupun eksternal. Metode-metode yang dipakai bisa direspon secara efektif atau tidak efektif yang pada akhirnya akan mempengaruhi kenyamanan. Apabila manajemen efektif, maka individu akan mengalami kenyamanan dalam kondisi kroniknya dan sebaliknya apabila manajemen tidak efektif maka individu akan mengalami ketidaknyamanan.jelas bahwa manajemen yang efektif baik internal maupun eksternal, akan menghasilkan kenyamanan dan sebaliknya manajemen yang tidak efektif akan meningkatkan ketidaknyamanan dan intensitas dari duka cita yang kronis.

Sebagai kelompok middle range, wilayah teori dibatasi pada penjelasan satu fenomena yakni respon kehilangan dan hal ini sesuai dengan pengalaman praktik klinik.Seperti yang dinyatakan oleh Eakes, keunggulan dari middle range teori ini memberi penjelasan secara benar bagi praktisi perawat, pelajar/mahasiswa perawat dan pendidik sebagai bukti komunikasi yang berkelanjutan secara nasional dan internasional (Alligood, 2014).

Satu aspek yang belum jelas dari teori ini adalah penjelasan tentang mengapa tidak semua individu yang mengalami kehilangan juga akan mengalami berduka kronis. Tidak ada data yang menjelaskan tentang individu-individu  yang tidak mengalami berduka kronis ini, apakah  mereka memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda, misalnya memiliki ketabahan, atau mereka menerima intervensi yang berbeda saat mengalami kehilangan? Apa data yang diinginkan dari individu terkait koping dengan kehilangan yang terus menerus.

Konsep lain yang perlu dilakukan klarifikasi adalah progresifitas dari berduka. Meskipun dikatakan bahwa berduka kronis berpotensi untuk berkembang, bagaimana perkembangannya dan patologi yang berhubungan tidak jelas dipaparkan.

Perlu klarifikasi strategi manajemen internal. Dalam hal ini belum jelas perbedaan problem oriented dengan cognitive strategies. Demikian juga emotive-cognitive, emotional dan strategi interpersonal belum digambarkan secara jelas. Beberapa overlap yang nyata antara manajemen internal dan eksternal terjadi ketika kata “interpersonal” digunakan untuk menggambarkan bantuan professional.

Teori ini memiliki kesamaan dengan teori lainnya, yakni memandang bahwa fokus dari perawatan adalah individu, keluarga (caregiver), kelompok (peer group), hanya kurang memandang masyarakat yang dalam kondisi berduka kronis ini bisa dijadikan sebagai support system (manajemen eksternal), teori ini hanya memandang profesi kesehatan sebagai sumber manajemen eksternal untuk meningkatkan kenyamanan melalui peran empatik, pengajaran, caring dan memberikan asuhan yang profesional.

Dalam rentang kehidupan manusia, individu dihadapkan pada situasi kehilangan yang dapat terjadi secara terus menerus ataupun satu kejadian. Pengalaman kehilangan tersebut akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Kejadian tersebut dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/mendalam yang potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang dan permanent. Individu dengan pengalaman kesedihan tersebut biasanya akan menggunakan metode management dalam mengatasinya. Metode management dapat berasal dari internal (koping personal) ataupun dari eksternal (dukungan orang yang berharga maupun tim kesehatan). Jika metode managemant yang digunakan efektif maka individu akan meningkat perasaan kenyamanannya. Tetapi jika tidak efektif akan terjadi hal sebaliknya

 

Simpicity Theory of Chronic Sorrow

Kesederhanaan teori ini terlihat dari ruang lingkupnya yang berorietasi pada fase berduka kronis.Teori berduka kronis (chronic sorrow) memperjelas pemahaman hubungan antara variable dari konsep mayor yang dipaparkan.Melalui model ini, jelas bahwa berduka kronis adalah siklus alami, menyebar dan potensial berkembang.

Teori ini juga secara sederhana menjelaskan subkonsep metode manajemen internal versus metode manajemen eksternal.Selain itu teori ini secara sederhana juga menjelaskan bahwa respon metode manajemen yang dilakukan oleh pasien dan keluarga (primary caregiver)menghasilkan respon manajemen inefektif versus manajemen efektif.

Teori secara sederhana menjelaskan bahwa peran perawat harus mampu menidentifikasi dan memfasilitasi metode manajemen internal dan eksternal pasien.Perawat dan kelompok pendukung lainnya lebih banyak berperan pada metode manajamen eksternal untuk menghasilkan respon manajemen ang efektif untuk mencegah chronic sorrow menjadi progressif.

Dengan jumlah variabel yang terbatas, teori ini lebih mudah dimengerti. Sebagai kelompok middle range, teori ini berguna untuk panduan praktik dan desain penelitian selanjutnya.

 

Generality Theory of Chronic Sorrow

Konsep chronic sorrow dimulai dengan studi pada orang tua dengan anak yang mengalami gangguan fisik atau kognitif.Melalui pembuktian secara empiris, teori diperluas untuk memasukkan berbagai pengalaman dari kehilangan.Teori ini menerapkan secara jelas bagaimana rentang kehilangan dan dapat diaplikasikan untuk mempengaruhi individu seperti halnya pemberi perawatan.Sebagai tambahan, teori ini berguna untuk berbagai praktisi pelayanan kesehatan.Dengan konsep ini keunikan yang alami dari pengalaman digambarkan kurang luas seperti halnya pemicu. Pemicu dan strategi manajemen unik pada setiap situasi individu dan bisa diaplikasikan pada situasi yang lebih beragam

Teori ini secara general dapat diaplikasi pada berbagai kasus asuhan keperawatan pasien yang berisiko mengalami chronic sorrow.Karena secara umum kesedihan atau berduka merupakan fase fisiologis yang bisa dihadapi oleh manusia. Teori ini dapat diaplikasikan pada semua tahapan usia kehidupan.

 

Accesibility Theory of Chronic Sorrow

Karakteristik dari middle range teori, wilayahnya yang terbatas akan lebih mudah bagi peneliti untuk mempelajari fenomena. Dengan jumlah variabel yang terbatas, peneliti dapat melakukan generalisasi hipotesa berhubungan dengan studi pada intervensi keperawatan yang meningkatkan efektivitas strategi manajemen pada berduka kronis. Hasil dari studi ini dapat menambah kekuatan dasar pada praktik berdasarkan hasil pembuktian (evidence based practice)

Karena teori ini berasal dari pembuktian secara empiris, maka kegunaannya jelas untuk penelitian lebih lanjut. Definisi yang jelas dari berduka kronis membuat hal ini dapat dipelajari pada individu dengan kehilangan yang beragam dan situasi yang umumnya menghasilkan berduka kronis . Melalui penelitian yang lebih lanjut, peneliti dapat memikirkan alat pengkajian untuk perawat klinik

 

Importance Theory of Chronic Sorrow

Berduka atau kesedihan merupakan proses normal yang bisa dialami seseorang karena adanya factor pencetus. Teori ini sangat penting dalam aplikasi terutama pada kasus-kasus penyakit kronis dan terminal.Aplikasi teori ini sangat membantu seseorang untuk mengatasi fase kesedihan atau beruka yang dialami sehingga mencegah chronic sorrow yang berkelanjutan.

Teori ini bermanfaat dalam menganalisis respon individu dengan pengalaman yang berbeda berkaitan dengan penyakit kronis, tanggung jawab pemberi pelayanan, hilangnya kesempurnaan dari anak, atau kesedihan (Alligood, 2014).

 

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. Raile. (2014), Nursing Theorists and Their Work, Eight Edition, Mosby, an Imprint of Elsevier Inc.

Fawcett, J, (2000). Levine's Conservation Model. In J. Fawcet (Ed.) Analysis and evaluation of contemporary nursing knowledge: Nursing Models and theories. Philadelphia: F.A. Davis.

Tomey, A. M. & Alligood, M. R. (2010).Nursing Theorists and Their Works (7thed.).St. Louis: Mosby Elsevier, Inc.

Teori Keperawatan Pamella G. Reed Self-Transcendence

Teori Pamella G. Reed Self-Transcendence 

(Transendensi Diri)

 

Biografi Pamella G. Reed

Pamela G. Reed lahir di Detroit, Michigan, 13 Juni 1952. Kemudian menikah dengan suaminya Gary pada tahun 1973 dan memiliki 2 putri. Reed lulus sarjana dari Wayne State University di Detroit tahun 1974 dan mendapatkan M.S.N dalam kesehatan mental psikiatri pada anak dan remaja dan pendidikan perawat pada tahun 1976. Dia mulai pendidikan doktor pada universitas tersebut tahun 1979 dan menerima gelar Ph.D tahun 1982 dengan konsentrasi pada teori keperawatan dan riset. Riset disertasinya, dibimbing oleh Joyce J. Fitzpatrick, fokus pada hubungan antara kesejahteraan dan perspektif  hidup dan kematian pada penyakit terminal dan kesehatan individu.

Bidang besar penelitiannya adalah spiritual, filosofi keperawatan, perkembangan sepanjang kehidupan, proses menua dan kesehatan mental. Riset yang dilakukan mengukur peran spiritual dalam self-trancendence sebagai fenomena perkembangan berhubungan dengan kesejahteraan dan keputusan pelayanan kesehatan pada pasien terminal dan keluarga pemberi layanan. Pengaruh Reed tidak hanya dalam riset dan publikasinya. Dampak kerja Reed juga dicerminkan dalam riset lebih dari 50 mahasiswa yang tesis dan disertasinya dibawah arahan/bimbingannya dan dalam pekerjaan ilmuwan lain yang menerapkan teorinya atau skala pengukurannya (Self-Trancendence Scale dan Spiritual Perspective Scale) dalam riset mereka

 

Sumber Teori Self-Transcendence Theory

Reed (1991) mengembangkan teori tentang self-transcendence dengan menggunakan strategi “deductive reformulation“. Strategi ini digunakan untuk membangun middle range theory menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari teori non keperawatan yang kemudian di reformulasi secara deductive dari model konsep keperawatan. Teori non keperawatan yang dipergunakan adalah life-span theory pada social kognitif dan pengembangan transpersonal orang dewasa. Prinsip dari teori life-span adalah merupakan reformulasi dari prespektif keperawatan dari Martha E. Rogers tentang konsep kesatuan system manusia.

Reed menjelaskan tentang teorinya yang terdiri dari tiga sumber (Reed, 2003). Sumber pertama adalah konsep baru tentang perkembangan manusia sebagai proses sepanjang hayat dalam mencapai kedewasaan termasuk didalamnya proses menua dan proses menjelang ajal.

Sumber kedua berasal dari teori yang dikemukakan oleh Rogers tentang tiga prinsip hemodinamik yang dianggap sama dan sebangun dengan pengembangan life-span teori. Roger menyatakan prinsip pengembangan sebagai fungsi dari manusia dan kontekstual faktor juga mengidentifikasi adanya ketidak seimbangan antara manusia dan lingkungan sebagai sesuatu yang penting / pemicu dalam pengembangan. Sejalan dengan teori pengembangan dari Riegel (1976) bahwa ketidaksinkronisasian antara fisik, emosional, lingkungan, dan dimensi social merupakan sesuatu yang penting dalam terjadinya pengembangan. Menurut prinsip Roger karakteristik dari pengembangan manusia adalah inovatif dan tidak dapat diprediksi. Prinsip ini sejalan dengan prinsip life-span yang mengidentifikasi pengembangan sebagai tidak dalam satu garis, berkesinambungan sepanjang hidupnya, dan berdasarkan keberagaman individu dan kelompok sehingga tidak dapat diprediksi dan hal tersebut sejalan dengan prinsip Roger.

Sumber ketiga, berasal dari pengalaman klinik dan riset yang mengindikasikan secara klinik dilaporkan bahwa depresi pada lansia lebih sedikit disebabkan oleh penurunan sumber pengembangan dan perasaan sejahtera akibat penurunan kemampuan fisik dan kognitif daripada kelompok kesehatan lansia.

 

Definisi dan Konsep Utama

Terdapat lima konsep dasar dalam teori self-transcendence : Vulnerability, Self-Transcendence, Well-Being Moderating and Mediating Factor, dan Point of Intervention.

1.        Vulnerability

Vulnerability didefinisikan sebagai kesadaran seseorang akan mortalitas personal (Reed, 2003 dalam Tomey, 2006, p. 645). Pada permulaannya kalimat “kesadaran seseorang akan  mortalitas personal” terkait dengan perkembangan atau maturasi pada dewasa lanjut atau pada akhir kehidupan. Self-transcendence merupakan sebuah pola yang berhubungan dengan perkembangan lanjut dalam kontek tersebut (Reed, 1991 dalam Tomey, 2006, p. 645). Konsep vulnerability meluas pada kesadaran situasi mortalitas seseorang sampai meliputi krisis dalam kehidupan seperti kecacatan, sakit kronik, kelahiran dan menjadi orang tua (parenting).

Vulnerability adalah kesadaran seseorang bahwa kematian akan timbul seiring dengan proses menua dan dalam fase lain kehidupan atau selama dalam kondisi kesehatan yang krisis. Konsep vulnerability mengklarifikasi bahwa kontex dalam self-transcendence dalam realisasinya tidak hanya dalam mengkonfontasi akhir dari hidup yang dimilikinya, tetapi termasuk didalamnya ketidakmampuan, penyakit kronis.

2.        Self-Transcendence                

Self-transcendence awalnya didefinisikan oleh Reed (1991) sebagai  “ekspansi dari  konsep diri yang multidimensi: yang bersifat kedalam (seperti melalui introspeksi pengalaman), yang bersifat keluar (seperti menjangkau yang lainnya), dan yang bersifat temporer (saat yang lalu dan yang akan dating terintegrasi ke dalam saat ini).

Self-transcendence merujuk pada fluktuasi persepsi yang melampaui batas-batas seseorang atau dirinya melebihi batasan pandangan tentang diri dan dunianya. Fluktuasi ini merupakan pandimensional yaitu pandangan keluar (terhadap orang lain dan lingkungan), pandangan ke dalam (terhadap kesadaran yang lebih tinggi dari kepercayaan, nilai-nilai dan mimpi-mimpinya) dan pandangan yang bersifat temporal (terhadap integrasi atau penyatuan masa lalu dan masa yang akan datang).

 Reed memberikan definisi  yang komprehensif pada publikasi terakhirnya sebagai berikut: Slef-transcendence merujuk pada fluktuasi persepsi yang melampaui batas-batas seseorang atau dirinya melebihi batasan pandangan tentang diri dan dunianya. Fluktuasi ini merupakan pandimensional yaitu pandangan keluar (terhadap orang lain dan lingkungan), pandangan ke dalam ( terhadap kesadaran yang lebih tinggi dari kepercayaan, nilai-nilai dan mimpi-mimpinya ) dan pandangan yang bersifat temporal (terhadap integrasi atau penyatuan masa lalu dan masa yang akan datang).

Pada 2003, ada pola lain dari perluasan batas-batas yang tergabung dalam self-transcendence, yaitu kemampuan memperluas batas-batas dirinya secara transpersonal (menghubungkan dengan dimensi diluar dunia nyata). Karena self-transcendence merupakan pandimensional, maka memungkinkan bahwa dimensi lainnya dapat ditambahkan untuk mendeskripsikan kemampuan dalam memperluas batasan-batasan tersebut

3.      Well-Being (Sejahtera

Kesejahteraan didefinisikan sebagai rasa dari perasaan sehat dan perasaan menyeluruh terkait dengan kriteria yang dimiliki seseorang untuk kesejahteraan dan hal yang menyeluruh. Pada mulanya, Reed tidak secara ekplisit mendefinisikan kesejahteraan, tetapi mengaitkannya dengan konsep sehat mental yang tergantung pada isu penting dari perkembangan fase kehidupan. Reed juga menjelaskan mekanisme yang mendasari kesejahteraan dalam suatu artikel di tahun 1997. dalam artikel itu dia mengemukakan bahwa keperawatan menjadi “sebuah studi untuk mencapai kesejahteraan melalui proses keperawatan”. Kesejahteraan sebagai suatu proses keperawatan kemudian dideskripsikan dalam istilah-istilah hasil suatu sintesa terhadap dua jenis perubahan : Perubahan dalam kompleksitas kehidupan (seperti meningkatnya kelemahan akibat bertambahtuanya usia atau kehilangan suami atau istri yang dicintai) marah terhadap perubahan dalam integrasi  (contoh memaknai kejadian-kejadian hidup secara konstruktif ).

Well-being, diartikan sebagai rasa yang timbul dari keseluruhan perasaan sehat, termasuk didalamnya criteria yang ditetapkan sendiri tentang keseluruhan perasaan sejahtera.

4.        Moderating and Mediating Factor

Luasnya perbedaan variable personal dan kontektual dan interaksinya dapat mempengaruhi proses self-transcendence yang berkontribusi terhadap kesejahteraan contoh seperti variable usia, jenis kelamin, kemampuan kognitif, pengalaman hidup, perspektif spiritual, lingkungan sosial, dan peristiwa-peristiwa bersejarah. Variable personal dan kontextual ini dapat memperkuat atau melemahkan hubungan antra vulnerability dan self-transcendence dan antara self-transcendence dan kesejahteraan.

5.        Point of Intervention

Menurut teori self-transcendence terdapat dua poin intervensi. Kedua poin tersebut berhubungan / berkaitan dalam beberapa cara denga proses self-transcendence. Fokus tindakan keperawatan dapat secara langsung pada sumber-sumber didalam diri seseorang untuk sel-trancendence atau berfokus pada beberapa faktor personal dan kontextual yang mempengaruhi hubungan antara fulnerability dan self-transcendence dan hubungan antara self-trancendence dan kesejahteraan.

Dapat disimpulkan, teori self-transcendence mengajukan tiga keterkaitan, sebagai berikut :

a.     Peningkatan vulnerability berkaitan dengan peningkatan self-transcendence.

b.    Self-transcendence adalah secara positif berhubungan dengan well-being (sejahtera).

c.     Personal dan kontextual factor dapat mempengaruhi hubungan antara vulnerability dengan self-transcendence dan antara self-transcendence dengan well-being.

 

Kerangka Konsep


Model of Self-Transcendence Theory Reed, P.G. (2003) dalam Tomey (2006)

Kerangka sistematik di atas menunjukkan hubungan antara metaparadigma yang dibentuk kesehatan, manusia, lingkungan dan aktifitas keperawatan. Dalam kerangka tersebut konsep utama adalah vulnerability  (lingkungan) yang merupakan kesadaran manusia akan kematiannya, termasuk krisis dalam hidup, kecacatan, penyakit terminal, kelahiran bayi dan orangtua. Vulnerability mempengaruhi seseorang dalam sisi psikologis dengan berbagai macam respon dari individu dalam memaknai kejadian atau peristiwa yang dialami. Dikatakan apabila vulnerablity positif maka self-transcendence akan meningkat. Self-transcendence merupakan pengembangan batasan konsep diri. Apabila seseorang mengalami krisis dan vulnerability menurun (seseorang tidak mampu mengembangkan kesdaran akan makna kejadian tersebut) dalam hidupnya maka mengalami penurunan kapasitas memperluas batasan "transpersonally (untuk berhubungan dengan dimensi di luar dirinya)"diri sendiri. Sebaliknya, apabila vulnerability meningkat (seseorang menyadari makna kejadian yang dialami) maka self-transendence juga akan meningkat, dalam hubungan kedalam dirinya, hubungan dengan diluar dirinya (orang lain, lingkungan) dan pengalaman masa lalu yang bisa terintegrasi dalam menghadapi masa sekarang. Hubungan antara vulnerability dan self-transcendence dipengaruhi oleh faktor-faktor dari individu yang memperbaiki hubungan seperti umur, jenis kelamin, kemamp[uan kognitif, pengalaman hidup, perspektif spiritual, lingkungan sosial. Selain mempengaruhi hubungan antara vulnerability dan self-transcendence, faktor dari individu mempengaruhi self-trancendence dan well-being. Points of intervention dalam hal ini adalah aktifitas keperawatan yang diberikan dan akan mempengaruhi hubungan vulnerabilty dan self-transcendence serta self-transcendence dan well-being. Pada akhirnya self-transcendence yang positif didukung faktor individu dan adanya tindakan perawatan akan mengarahkan seseorang dalam keadaan well-being (sejahtera atau sehat).

Self-transcendence dapat diintegrasikan dalam berbagai situasi hidup. Perawat dapat melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan perspektif dan akivitas refleksi diri, alturisme, harapan dan keyakinan/keimanan tentang mortalitas personal yang dikaitkan dengan peningkatan rasa sejahtera. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kelompok yang memiliki masalah yang sama, seperti contohnya gathering pada kelompok cancer, ostomate, psikoterapi dan lain-lain, dapat dijadikan media bagi seseorang untuk mencapai rasa sejahtera. Dalam kelompok tersebut mereka dapat melakukan sharing, berbagi pengalaman dan saling membantu antara satu sama lain, sehingga mereka merasa berarti. Ketika seseorang merasa berarti keberadaannya untuk orang lain maupun dirinya sendiri, maka akan timbul rasa sejahtera. Perawat dalam hal ini berperan selaku fasilitator dalam meningkatkan self-transcendence seseorang sedemikian rupa sehingga mampu menggali hal-hal positif dan membangun makna yang positif dalam diri seseorang sehingga menimbulkan rasa sejahtera ( well-being ) dalam dirinya. Perawat dapat memfasilitasi pasien-pasien untuk melakukan self-transcendence dengan memberikan kesempatan untuk merefleksikan berbagai hal, instropeksi diri, menggali keyakinan diri tentang makna hidup, melihat hal-hal positif dalam dirinya, melakukan interaksi positif dengan lingkungannya sehingga mereka yakin bahwa mereka benar-benar merasa berarti bagi dirinya dan orang lain, mereka merasa telah melakukan kebaikan-kebaikan yang akan menjadi bekal dalam menghadapi kondisi terburuk bahkan kematian sekalipun dengan tenang dan damai, pada kondisi demikian dapat dikatakan bahwa mereka merasa sejahtera (well-being).

 

Asumsi Mayor

Pada awal kerja teorinya, Reed (1986, 1987) mengusulkan pendekatan model proses untuk menyusun kerangka kerja konseptual yang akan mengarahkan perawat dan pendidikan keperawatan pada spesialis klinikal. Model tersebut, sehat merupakan pusat dari konsep, dikelilingan aktifitas keperawatan, manusia dan lingkungan. Asumsi dari model focus dari keperawatan adalah membangun dan melibatkan pengetahuan untuk meningkatkan proses kesehatan.

Asumsi dari model Reed adalah kesehatan menjadi sentral konsep dipengaruhi oleh aktivitas keperawatan, manusia dan lingkungan. Focus dalam model ini adalah disiplin keperawatan yang telah membangun dan menyatukan pengetahuan untuk meningkatkan proses kesehatan.

1.        Kesehatan

Kesehatan, didefinisikan secara implisit sebagai proses kehidupan yang terdiri dari pengalaman positif dan negative yang digunakan oleh manusia secara kreatif dan unik untuk mencapai rasa sejahtera. Sehat, pada proses model, didefinisikan secara implisit sebagai proses hidup baik pengalaman positif dan negative dari nilai unik individu dan lingkungan yang meningkatkan kesejahteraan

2.        Keperawatan

Peran aktifitas keperawatan membantu seseorang (melalui proses interpersonal dan manajemen terapi dari lingkungan) dengan ketrampilan yang diperoleh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

3.        Manusia

Manusia adalah seseorang yang harus dipahami sebagai individu yang sedang berkembang sepanjang hayat mereka dalam berinteraksi dengan orang lain dan dengan lingkungan dalam perubahan yang kompleks dan vital dimana hal tersebut bisa berkontribusi positif atau negative dalam  mencapai kesehatan dan  rasa sejahtera. Manusia dipahami berkembang sepanjang kegidupan dalam interaksi dengan manusia yang lain dan dalam lingkungan yang mngubah secara komplek dan bersemangat bias kea rah positif dan negative yang berkontribusi kea rah kesehatan dan kesejahteraan.

4.        Lingkungan

Keluarga, kontak social,lingkungan fisik, dan sumber komunitas adalah lingkungan yang secara signifikan berkontribusi pada proses kesehatan yang dapat dipengaruhi oleh keperawatan melalui manajemen interaksi terapeutik antara manusia, objek, dan aktivitas keperawatan ( Reed, 1987, p.26 ).

Dalam keterangan sebelumnya dari munculnya teori self-transcendence, Reed mengidentifikasi satu asumsi kunci berdasarkan konsep Roger dan dipengaruhi oleh teori life-span development, pengetahuan tentang klinik kesehatan mental, penemuan penelitian, dan pengalaman individu. Asumsinya bahwa manusia sebagai system terbuka yang memiliki batas-batas dalam dirinya untuk mendefinisikan kenyataan dirinya dalam menghadirkan rasa menyeluruh dan keterkaitan dengan lingkungannya. Reed (2003) menegaskan kembali asumsi ini dalam publikasi terbaru, mengulang asumsi dasar Roger bahwa manusia adalah bagian integral dari lingkungannya.

Asumsi kedua, bahwa self-transcendence  menjadi suatu pengembangan yang sifatnya segera. Berkenaan dengan hal ini, self-transcendence harus diekspresikan seperti pengembangan kapasitas didalam hidup seseorang untuk merealisasikan kesinambungan rasa menyeluruh dan keterkaitan. Asumsi ini sama dan sebangun dengan konsep  Franhl’s (1969) dan Maslow’s (1971) bahwa self-transcendence merupakan karakteristik bawaan manusia, ketika diaktualisasikan akan memberi  arti bagi eksistensi seseorang.