Selasa, 23 September 2025

PERSPEKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PERSPEKTIF KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

 

Pendahuluan

Keperawatan medikal bedah merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang fokus pada pemberian asuhan keperawatan terhadap individu dewasa yang mengalami berbagai kondisi medis maupun bedah. Peran perawat dalam bidang ini sangat krusial karena menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar pasien, pencegahan komplikasi, serta memfasilitasi proses pemulihan kesehatan.

Dalam konteks perkembangan ilmu kesehatan yang semakin kompleks, perspektif keperawatan medikal bedah tidak hanya mencakup tindakan teknis, tetapi juga holistik, berorientasi pada pasien, berbasis bukti (evidence-based practice), dan menjunjung tinggi etika keperawatan. Perspektif ini juga dipengaruhi oleh paradigma keperawatan yang menempatkan manusia sebagai pusat pelayanan kesehatan dengan berbagai dimensi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

 

Definisi Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan medikal bedah adalah cabang keperawatan profesional yang memfokuskan perawatan pada pasien dewasa dengan gangguan kesehatan yang memerlukan intervensi medis maupun pembedahan. Perawat medikal bedah dituntut memiliki kemampuan klinis, keterampilan teknis, serta kemampuan manajerial dalam menghadapi kondisi pasien yang kompleks [1].

 

Ruang Lingkup Keperawatan Medikal Bedah

Ruang lingkup keperawatan medikal bedah sangat luas [2], meliputi:

1.       Asuhan pada pasien dengan penyakit kronis (misalnya hipertensi, diabetes mellitus).

2.       Penanganan pasien akut di instalasi gawat darurat maupun ruang intensif.

3.       Perawatan perioperatif (pra-bedah, intra-bedah, dan pasca-bedah).

4.       Edukasi pasien dan keluarga mengenai pencegahan penyakit dan perawatan di rumah.

 

Paradigma dalam Keperawatan Medikal Bedah

Paradigma keperawatan menempatkan manusia sebagai makhluk holistik. Dalam keperawatan medikal bedah, paradigma ini tercermin melalui:

1.       Manusia: pasien dipandang sebagai individu unik dengan kebutuhan berbeda.

2.       Kesehatan: kondisi dinamis yang dipengaruhi faktor biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

3.       Lingkungan: faktor eksternal yang memengaruhi status kesehatan.

4.       Keperawatan: intervensi profesional untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

 

Evidence-Based Practice dalam Keperawatan Medikal Bedah

Dalam dua dekade terakhir, praktik keperawatan medikal bedah semakin diarahkan pada penggunaan evidence-based practice (EBP). Hal ini bertujuan agar intervensi yang diberikan perawat memiliki dasar ilmiah yang kuat, efektif, dan efisien. EBP juga meningkatkan kepercayaan pasien terhadap layanan keperawatan [4].

 

Perspektif Keperawatan Medikal Bedah

1.       Perspektif Holistik

Keperawatan medikal bedah tidak hanya terfokus pada masalah medis, tetapi juga memperhatikan kondisi psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Sebagai contoh, pasien pasca-operasi tidak hanya membutuhkan perawatan luka, tetapi juga dukungan emosional agar mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi tubuh.

2.       Perspektif Profesionalisme

Profesionalisme dalam keperawatan medikal bedah mencakup kemampuan klinis, etika, komunikasi terapeutik, dan keterampilan kolaborasi antarprofesi. Perawat dituntut menjadi bagian dari tim kesehatan yang mampu bekerja sama dengan dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan tenaga kesehatan lainnya.

3.       Perspektif Etis dan Legal

Setiap tindakan keperawatan harus berlandaskan etika profesi, seperti menghargai hak pasien, menjaga kerahasiaan, serta memberikan pelayanan yang adil. Selain itu, perawat juga harus memahami aspek hukum yang terkait dengan praktik keperawatan, seperti informed consent dan patient safety.

4.       Perspektif Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Kemajuan teknologi kedokteran, seperti minimally invasive surgery atau penggunaan electronic health records, turut memengaruhi keperawatan medikal bedah. Perawat harus mampu beradaptasi dengan teknologi baru untuk meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan.

5.       Perspektif Edukatif dan Preventif

Selain fokus pada kuratif, perawat medikal bedah juga berperan dalam edukasi dan pencegahan. Edukasi pasien mengenai pengelolaan penyakit kronis seperti hipertensi atau diabetes, serta upaya pencegahan komplikasi pascaoperasi merupakan bagian penting dari perspektif ini.

 

Peran Perawat Medikal Bedah

Perawat medikal bedah memiliki peran yang sangat strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan [5] [6]. Beberapa peran utama yang menonjol, antara lain:

1.       Pemberi Asuhan (Care Provider)

Perawat bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan komprehensif, mulai dari pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Asuhan ini mencakup aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien.

2.       Edukator
Perawat berperan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit, prosedur medis atau bedah, perawatan mandiri, serta upaya pencegahan komplikasi. Edukasi ini penting agar pasien mampu berpartisipasi aktif dalam proses penyembuhan.

3.       Advokat Pasien (Patient Advocate)

Perawat menjadi suara bagi pasien, terutama dalam memastikan hak-hak pasien dihormati, memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur medis, serta membantu pengambilan keputusan kesehatan yang tepat.

4.       Kolaborator
Dalam tim kesehatan, perawat berkolaborasi dengan dokter, ahli gizi, fisioterapis, farmasis, dan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan kesehatan pasien. Kolaborasi ini meningkatkan efektivitas pelayanan yang diberikan.

5.       Peneliti (Researcher)

Perawat medikal bedah turut berperan dalam penelitian keperawatan guna mengembangkan praktik berbasis bukti (evidence-based practice). Melalui penelitian, perawat dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan menemukan inovasi baru dalam perawatan pasien.

6.       Manajer Kasus (Case Manager)

Perawat membantu mengoordinasikan perawatan pasien dari awal masuk hingga pulang, termasuk memastikan kesinambungan asuhan di rumah melalui discharge planning.

 

Kesimpulan

Keperawatan medikal bedah adalah cabang ilmu keperawatan yang memiliki cakupan luas dan berperan vital dalam sistem pelayanan kesehatan. Perspektif keperawatan medikal bedah menekankan pada pendekatan holistik, profesionalisme, etika, penggunaan bukti ilmiah, serta adaptasi terhadap perkembangan teknologi. Dengan perspektif ini, diharapkan pelayanan keperawatan dapat memberikan kontribusi optimal dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dewasa yang menghadapi masalah medis maupun bedah.

 

Referensi :

1.  Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL, Cheever KH. Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing. 14th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2018.

2. Ignatavicius DD, Workman ML, Rebar CR. Medical-Surgical Nursing: Concepts for Interprofessional Collaborative Care. 10th ed. St. Louis: Elsevier; 2020.

3. Potter PA, Perry AG, Stockert PA, Hall A. Fundamentals of Nursing. 10th ed. St. Louis: Elsevier; 2021.

4.   Melnyk BM, Fineout-Overholt E. Evidence-Based Practice in Nursing & Healthcare: A Guide to Best Practice. 4th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2019.

5.  Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. Fundamentals of Nursing: Concepts, Process and Practice. 10th ed. Pearson Education; 2017.

6.  White L, Duncan G, Baumle W. Medical-Surgical Nursing: An Integrated Approach. 3rd ed. Delmar Cengage Learning; 2016.

 


FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

 

FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

 

PENDAHULUAN

Keperawatan sebagai disiplin ilmu dan praktik profesional berkembang dari dasar pemikiran yang kokoh. Dua konsep fundamental yang menjadi fondasi keperawatan adalah falsafah keperawatan dan paradigma keperawatan. Falsafah keperawatan menjelaskan pandangan dasar, nilai, dan keyakinan yang menjadi pedoman perawat dalam memberikan asuhan. Sedangkan paradigma keperawatan menjelaskan kerangka konseptual yang memandu hubungan antar konsep inti dalam ilmu keperawatan. Pemahaman tentang falsafah dan paradigma sangat penting untuk membangun praktik keperawatan yang profesional, humanis, dan berbasis ilmu.

 

FALSAFAH KEPERAWATAN

Defenisi

Filsafat berasal dari akar kata Yunani philo (cinta) dan sophia (kebijaksanaan), yang berarti cinta akan kebijaksanaan. Filsafat adalah disiplin ilmu yang menyelidiki hakikat pengetahuan, realitas, eksistensi, etika, dan nilai-nilai.

Filsafat menantang individu untuk berpikir mendalam, mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensial, dan memaknai pengalaman manusia dan dunia di sekitarnya (Bender dkk., 2021; SharifiHeris dkk., 2023).

Falsafah keperawatan adalah seperangkat keyakinan, nilai, dan pandangan hidup yang menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi perawat dalam memberikan pelayanan. Falsafah ini mencerminkan cara pandang perawat terhadap manusia, kesehatan, lingkungan, dan praktik keperawatan (Alligood MR, 2022).

Menurut Watson (2008), falsafah keperawatan menekankan nilai caring, dimana hubungan manusiawi antara perawat dan klien menjadi inti dari praktik. Caring bukan sekadar tindakan, melainkan sikap moral, etika, dan komitmen untuk meningkatkan martabat manusia.

Fungsi

1.       Memberikan pandangan holistik terhadap manusia (biologis, psikologis, sosial, spiritual). 

2.       Menjadi dasar dalam memberikan asuhan yang berkualitas. 

3.       Mengarahkan pada tindakan keperawatan yang didasarkan pada alasan logis, bukan hanya metode empiris. 

Elemen Kunci Falsafah Keperawatan

1.       Humanisme dan Holistik: 

Perawat memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh, memenuhi semua kebutuhan (biologis, psikologis, sosial, dan spiritual) secara komprehensif. 

2.       Prinsip Keadilan: 

Perawatan yang diberikan tanpa memandang perbedaan suku, agama, status sosial, atau ekonomi. 

3.       Kemitraan Klien: 

Klien dianggap sebagai mitra yang aktif dalam proses pelayanan perdarahan. 

4.       Konteks Sistem Kesehatan: 

Pelayanan pertolongan adalah bagian dari tim kesehatan yang lebih besar, bukan praktik individu. 

5.       Nilai-Nilai Pribadi Perawat: 

Falsafah ini juga merupakan pernyataan nilai-nilai, etika, dan keyakinan perawat yang memotivasi mereka dalam profesi ini. 

Mengapa Falsafah Keperawatan Penting?

1.       Pedoman Praktik: 

Falsafah menjadi kerangka dasar untuk melakukan tindakan keperawatan yang berdasarkan prinsip-prinsip humanisme dan kebenaran. 

2.       Pengembangan Profesional: 

Membantu perawat untuk mengembangkan motivasi dan arah dalam praktik perawatan mereka. 

3.       Peningkatan Kualitas Layanan: 

menandakan bahwa pengasuhan yang diberikan bersifat komprehensif, berpusat pada klien, dan penuh empati. 

 

PARADIGMA KEPERAWATAN

Defenisi

Paradigma berasal dari kata Yunani “Paradigma” yang berarti contoh, teladan dan pola atau model, yang berasal dari kata kerja “Paradeiknumi” yang berarti memperlihatkan, menyediakan dan dipaparkan. “Para” berarti “di samping” dan “dekat”, sedangkan “deiknumi” berarti menunjuk dan memperlihatkan. Kata Yunani “Paradigma” telah digunakan oleh Plato dalam teks-teks Yunani sebagai model atau pola yang digunakan oleh Demiurge (Tuhan) untuk menciptakan alam semesta dan kosmos (Bahramnezhad, F. dan Salsali, M. 2013).

Fungsi

Fungsi paradigma keperaawatan yaitu (McEwen M, Wills EM., 2019):

1.       Landasan pengembangan teori keperawatan.

2.       Acuan dalam praktik klinis.

3.       Panduan dalam penelitian keperawatan.

4.       Pedoman dalam pendidikan keperawatan. 

Komponen

Mengembangkan filosofi keperawatan membutuhkan pemahaman tentang metaparadigma keperawatan. Hardy (1978) memperkenalkan penggunaan paradigma dalam keperawatan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang profesi ini. Metaparadigma keperawatan merupakan fondasi bagi pengetahuan dan filosofi keperawatan (Fawcett, 1984). Komponen dalam Paradigma keperawatan yaitu empat konsep yang tercantum di bawah ini, mewakili elemen inti dari semua teori keperawatan.

1.       Orang (Person): Fokus perawatan keperawatan

Contoh: Teori Perawatan Manusia Watson memandang pasien secara holistik, sedangkan model Sistem Perilaku Johnson memandang orang tersebut melalui lensa tujuh subsistem yang berbeda.

2.       Kesehatan (Health): Tergantung pada teori yang digunakan, kesehatan dan penyakit dapat dianggap sebagai dua konstruksi (atau konsep) yang terpisah atau kesehatan dan penyakit dipandang sebagai suatu kontinum (berubah perlahan seiring waktu).

Contohnya: Teori Pencapaian Tujuan King memandang kesehatan sebagai suatu keadaan fungsional sepanjang hidup seseorang (suatu kontinum), sedangkan model Sistem Neuman memandang kesehatan dan penyakit sebagai dua konstruksi yang terpisah.

3.       Keperawatan (Nursing) : Suatu proses di mana perawat memberikan asuhan. Prosesnya berubah tergantung pada teori yang digunakan.

Contoh: Teori Perawatan Manusia Watson memandang keperawatan sebagai pemberian perawatan dengan menggunakan 10 faktor karatif sedangkan teori Defisit Perawatan Diri Orem dimana fokus perawatan perawat adalah membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka.

4.       Lingkungan (Enviroment) : lingkungan seseorang dalam konteks global (Fawcett, 2005) (Mintz-Binder, 2019)

metaparadigma

Keempat konsep metaparadigma berinteraksi dan saling terkait. Saat merumuskan filosofi keperawatan, individu harus mempertimbangkan bagaimana masing-masing konsep ini saling terkait dengan ilmu dan seni keperawatan, serta bagaimana hubungan ini berlaku pada nilai dan sistem keyakinan pribadinya.

 

Pola Dasar Pengetahuan dalam Keperawatan

Menurut Carper (1978) Pola Dasar Pengetahuan dalam Keperawatan membantu perawat dalam menciptakan filosofi keperawatan. Empat pola pengetahuan tersebut adalah sebagai berikut:

1.       Pengetahuan pribadi

2.       Empiris : ilmu keperawatan

3.       Etika : moralitas​

4.       Estetika : seni keperawatan

Carper (1978) menyatakan bahwa pola pengetahuan merepresentasikan kompleksitas dan keragaman dalam praktik keperawatan. Memasukkan pola pengetahuan ke dalam filosofi seseorang melambangkan perspektif dan signifikansi pribadi bagi praktiknya. Pola pengetahuan ini tidak eksklusif satu sama lain, serupa dengan metaparadigma; sebaliknya, elemen-elemen dari setiap pola bekerja sama untuk menjelaskan praktik keperawatan secara keseluruhan.

Merefleksikan empat pola pengetahuan menghasilkan kesadaran akan pengetahuan pribadi dan profesional, keyakinan moral dan etika, sains (seperti penelitian dan praktik berbasis bukti), dan imajinasi kreatif (estetika). Carper (1978) merangkum makna keperawatan dalam kerangka empat pola pengetahuan:

“Dengan demikian, keperawatan bergantung pada pengetahuan ilmiah tentang perilaku manusia dalam keadaan sehat dan sakit, persepsi estetika terhadap pengalaman manusia yang signifikan, pemahaman pribadi tentang individualitas diri yang unik, dan kapasitas untuk membuat pilihan dalam situasi konkret yang melibatkan penilaian moral tertentu (hlm. 22).”

 

HUBUNGAN FALSAFAH DENGAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Falsafah dan paradigma memiliki hubungan yang erat. Falsafah keperawatan memberikan landasan nilai dan keyakinan fundamental, sedangkan paradigma keperawatan memberikan kerangka konseptual untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam praktik.

Sebagai contoh, falsafah caring menurut Watson berlandaskan nilai kemanusiaan, sedangkan paradigma keperawatan menyediakan kerangka untuk menerapkan caring dalam konteks hubungan perawat-pasien, interaksi dengan lingkungan, serta upaya peningkatan kesehatan (Watson J., 2008).

Dengan demikian:

  • Falsafah → memberi arah dan makna bagi profesi keperawatan.
  • Paradigma → memberi struktur dan kerangka kerja untuk menerapkan falsafah keperawatan.

Hubungan ini memastikan bahwa praktik keperawatan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berlandaskan nilai kemanusiaan yang mendalam.

 

 

REFERENSI

Alligood MR. (2022) Nursing Theorists and Their Work. 9th ed. St. Louis: Elsevier

Watson J. (2008) Nursing: The Philosophy and Science of Caring. Revised ed. Boulder: University Press of Colorado.

Bahramnezhad, F. dan Salsali, M. (2013) Keperawatan pada Tahap Pra-Paradigma atau Paradigma. Jurnal Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Kesehatan, 1, 268-276.
http://jqr.kmu.ac.ir/~ijhcr/browse.php

Carper, B. A. (1978). Fundamental patterns of knowing in nursing. Advances in Nursing Science, 1, 13-23. https://journals.lww.com/advancesinnursingscience/citation/1978/10000/Fundamental_Patterns_of_Knowing_in_Nursing.4.aspx

Fawcett, J. (1984). The metaparadigm of nursing: Present status and future refinements. Journal of Nursing Scholarship, 16(3), 84-87, http://doi.org/10.1111/j.1547-5069.1984.tb01393.x

Fawcett, J. (2005). Contemporary nursing knowledge: Analysis and evaluation of nursing models and theories (2nd ed.). F. A. Davis.

Hardy, M. E. (1978). Perspectives on nursing theory. Advances in Nursing Science, 1, 37-48. https://journals.lww.com/advancesinnursingscience/citation/1978/10000/Perspectives_on_Nursing_Theory.6.aspx

Marchuk, A. (2014). A personal nursing philosophy in practice. Journal of Neonatal Nursing20, 266–273. http://doi.org/10.1016/j.jnn.2014.06.004

McEwen M, Wills EM. (2019) Theoretical Basis for Nursing. 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Senin, 24 Maret 2025

PERAN DAN FUNGSI ADVOKASI DALAM KEPERAWATAN KRITIS

 

PERAN DAN FUNGSI ADVOKASI DALAM KEPERAWATAN KRITIS

 

A.  Konsep Advokasi Keperawatan

Istilah advokasi, menurut Bahasa Belanda disebut advocaat atau advocateur yang berarti pengacara atau pembela. Oleh karena itu, tidak heran jika advokasi sering diartikan sebagai kegiatan pembelaan kasus seseorang. Dalam konteks keperawatan, advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan pembelaan dan perlindungan kepada pasiennya. Perawat dalam menerapkan peran advokasi akan menggunakan posisi kepercayaan mereka untuk melindungi hak, kesehatan, dan keselamatan pasien. Mereka bekerja dengan rekan sejawt, penyedia layanan Kesehatan lain, administrator medis, pembuat kebijakan, dan organisasi keperawatan untuk memastikan kualitas perawatan terbaik bagi pasien dan keluarganya

Advokasi perawat berperan atas nama pasien untuk mempromosikan hak, kesetaraan, kebebasan, dan banyak isu penting lainnya. Mengatasi kebutuhan setiap pasien untuk didengarkan dan dipahami, advokasi adalah tugas penting dari perawat, dan profesional kesehatan lainnya

Perawat di semua setting layanan baik mereka yang bekerja di rumah sakit, klinik rawat jalan, atau fasilitas lainnya memiliki tanggung jawab untuk memastikan pasien menerima perawatan yang berkualitas. Perawat juga berupaya untuk memastikan bahwa layanan, kebijakan, dan peraturan fokus pada pemenuhan kebutuhan pasien sekaligus menjaga mereka tetap aman

Advokasi perawat berfungsi sebagai penghubung antara pasien, dokter mereka, dan fasilitas kesehatan. Misalnya, mereka mungkin membahas rencana pengobatan dengan pasien setelah dokter meresepkan obat baru atau membuat diagnosis. Jika pasien tidak memahami kondisi atau diagnosisnya, peran advokasi perawat dapat bertindak dengan memberikan penjelasan kepada pasien dan anggota keluarganya

Dalam kata lain, peran advokasi perawat juga dapat dikatakan sebagai pembela pasien. Jika pasien tidak setuju dengan rencana pengobatan, misalnya, perawat dapat berkomunikasi dengan dokter atas nama pasien. Selain itu, perawat dapat memastikan bahwa dokter merekomendasikan pilihan pengobatan yang paling tepat atau sesuai untuk kebutuhan pasien. Misalnya, jika seorang dokter menawarkan dua pilihan pengobatan, perawat advokasi dapat membantu pasien membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi kesehatan mereka serta kemampuan mereka. Mereka dapat berdiskusi dengan pasien tentang cara mengakses sumber daya keuangan atau membantu mereka memahami apa saja yang ditanggung oleh asuransi/jaminan kesehatan mereka.

B.  Manfaat Advokasi Perawat

Advokasi perawat dapat memberikan manfaat bagi pasien dan perawat itu sendiri. Berikut beberapa dampak positif advokasi perawat:

1.   Manfaat bagi Pasien

Advokasi perawat dapat memberikan suara kepada pasien dalam situasi dimana mereka mungkin terabaikan atau kurang mendapatkan perhatian sesuai yang mereka butuhkan. Karena banyak orang tidak akrab dengan terminologi medis yang digunakan dokter, perawat dapat menguraikan informasi rumit mengenai diagnosis, pengobatan, atau rencana perawatan pada pasien dan atau keluarganya

Melalui peran advokasi, perawat juga akan memberikan penjelasan pasien tentang kondisi mereka, memberi tahu mereka tentang pilihan pengobatan alternatif atau holistik. Mereka dapat bekerjasama dengan keluarga pasien atau orang-orang terdekat untuk memastikan seseorang dapat membantu memenuhi kebutuhan perawatan pasien saat di rumah.

Jika pasien berasal dari latar belakang yang kurang terlayani atau kurang terwakili, perawat advokasi dapat membantu memastikan mereka tidak tersesat dalam labirin sistem layanan kesehatan yang mana tidak dapat semua pasien memahaminya.

2.   Manfaat bagi Perawat

Dengan mengadvokasi keselamatan dan kesejahteraan pasien, perawat berkontribusi terhadap lingkungan kerja dengan standar yang lebih tinggi, peraturan yang lebih baik, dan kebijakan yang berpusat pada pasien. Ketika lingkungan medis lebih aman, perawat dapat memberikan perawatan dengan risiko lebih kecil untuk merugikan pasiennya. Advokasi untuk keselamatan mengarah pada kesejahteraan pasien dan perawat.

Manfaat lain dari advokasi perawat adalah perjuangan untuk meningkatkan kondisi kerja perawat. Ketika perawat memiliki kondisi kerja yang lebih baik, mereka dapat menawarkan perawatan yang lebih baik kepada pasiennya. Jika salah satu perawat memikul beban kerja yang berat dan mulai mengalami tanda-tanda kelelahan, perawat lain dapat turun tangan dan menawarkan dukungan. Perawat juga dapat bekerja sama untuk mengurai jam kerja atau beban kerja yang berlebih atau kurang ideal yang akan menghalangi mereka untuk memberikan performa perawatan berkualitas. Dengan melakukan advokasi untuk diri mereka sendiri, perawat dapat melayani pasiennya dengan lebih baik.

Advokasi perawat menunjukkan bahwa staf organisasi layanan kesehatan peduli terhadap pasiennya. Ketika perawat dan administrator meluangkan waktu ekstra untuk memenuhi kebutuhan pasien, mereka menunjukkan bahwa mereka memandang pasien lebih dari sekedar objek. Hal ini juga membantu retensi pasien, karena pasien ingin mengunjungi penyedia layanan yang menghargai mereka dengan performa layanan yang mengesankan.

 

C.  Pertimbangan Etik Dalam Advokasi Keperawatan Pada Kasus Kritis

Tujuan utama dari setiap profesional keperawatan adalah untuk membantu dan menjaga kesejahteraan kliennya. Merupakan tanggung jawab perawat untuk mengadvokasi kesejahteraan klien. Dalam kondisi masyarakat masa kini, hambatan utama dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang efektif adalah mengatasi perbedaan pendapat dalam berbagai perspektif, termasuk perspektif etika. Perspektif etika yang dimaksud dapat digambarkan misalnya Ketika seorang perawat melakukan suatu tidakan, orang lain akan memiliki perbedaan perspektif pantas atau tidak pantas, baik atau tidak baik, etis atau tidak etis.

Tujuan etika dalam layanan kesehatan adalah untuk mencapai kemajuan lebih dari sekadar meminimalkan pelanggaran dan kelalaian. Hal ini juga memerlukan fokus pada prakiraan masalah yang akan terjadi dan menyelidiki apakah situasi saat ini dapat diperbaiki. Inilah sebabnya mengapa pertimbangan etis merupakan bagian penting dari advokasi layanan kesehatan

Oleh karena itu, perawat mungkin merasa tidak yakin apakah dia dapat membantu klien secara wajar dan sesuai, ataukah sebaliknya. Dalam satu contoh, perawat menemukan bahwa klien yang sekarat telah meninggalkan banyak barang berharga di lacinya. Dengan memberikan isyarat bahwa surat wasiat mungkin diharapkan atau membantu klien membuang barang-barang tersebut, perawat mungkin melanggar kepercayaan klien. Namun, jika dia tidak melakukan sesuatu untuk membantu dan harta bendanya hilang atau dicuri, dia mungkin merasa bahwa dia tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai advokat untuk klien tersebut.

Pertimbangan etis dalam layanan kesehatan pada dasarnya mensyaratkan bahwa hak kemandirian, kebebasan, dan martabat individu dihormati dan diakui. Hak-hak tersebut tidak boleh dilanggar atau diabaikan demi mencapai apa yang dianggap sebagai tujuan 'ideal', yaitu penyembuhan. Hal ini karena pertimbangan etis bukanlah latihan intelektual yang abstrak. Ini adalah sesuatu yang berkaitan dengan tindakan dan keputusan sehari-hari perawat. Dengan mematuhi standar perilaku profesional, perawat dapat memastikan bahwa perawatan berkualitas diberikan dan hak-hak klien dihormati dan dipromosikan.

Hubungan kepercayaan antara perawat dan pasiennya menjadi aspek penting dalam konteks ini. Kepercayaan yang diberikan pasien kepada perawatnya sangat beralasan. Perawat menghabiskan banyak waktu dengan pasiennya, dan memenuhi kewajiban mereka berdasarkan prinsip etik keperawatan untuk melakukan advokasi bagi pasiennya dapat membuat perbedaan yang signifikan dalam hasil akhir pasien. Advokasi keperawatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan pada berbagai tingkatan dalam pelayanan kesehatan, dan perawat perlu memiliki pemahaman yang jelas tentang peran mereka dalam melakukan advokasi terhadap pasien.

Dalam menjalankan peran advokasi, perawat harus memperhatikan beberapa pertimbangan prinsip etik, antara lain:

1.   Autonomy. Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan atau tidak dilakukan setelah mendapatkan informasi serta memahami informasi tersebut secara jelas. Perawat harus menghormati Otonomi Pasien:

a.    Perawat harus menghormati hak pasien untuk membuat keputusan sendiri tentang perawatannya.

b.   Perawat harus memberikan informasi yang lengkap dan objektif tentang pilihan pengobatan yang tersedia, serta membantu pasien menimbang risiko dan manfaat dari setiap pilihan.

c.    Perawat tidak boleh memaksakan pendapat atau nilai pribadinya kepada pasien.

d.   Pada pasien anak, dan pasien dengan penurunan kesadaran yang mana tidak mampu mengambil keputusan. autonomy tersebut diberikan pada orangtua atau wali atau keluarga.

e.    Pelaksanaan Autonomy disertai dengan Informed Consent tertulis.

2.   Confidentiality. Menjaga Kerahasiaan:

a.    Perawat harus menjaga kerahasiaan informasi pasien, termasuk informasi tentang kondisi medis, diagnosis, dan perawatannya.

b.   Perawat hanya boleh membagikan informasi pasien kepada orang lain yang memiliki hak untuk mengetahuinya, seperti dokter, perawat lain, atau anggota keluarga pasien

3.   Mencegah Konflik Kepentingan:

a.    Perawat harus menghindari situasi yang dapat menimbulkan konflik kepentingan antara kepentingan pasien dan kepentingan pribadi perawat.

b.   Contohnya, perawat tidak boleh menerima hadiah atau gratifikasi dari perusahaan farmasi atau perusahaan alat kesehatan.

4.   Justice. Menjaga Keadilan dan Kesetaraan:

a.    Perawat harus memastikan bahwa semua pasien mendapatkan perlakuan yang adil dan setara,

b.   Perawat memperlakukan setiap pasiennya dengan kualitas yang sama tanpa memandang ras, suku, agama, jenis kelamin, atau status sosial ekonomi.

c.    Perawat menjelaskan apa yang secara sah berhak diterima pasien dan apa yang dapat mereka klaim.

5.   Beneficence. (Berbuat Baik).

Tindakan yang dilakukan harus memberikan manfaat bagi pasien dengan memperhatikan kenyamanan, kemandirian, kesejahteraan pasien dan keluarga, serta sesuai keyakinan dan kepercayaannya. Aktifitas perawatan Kesehatan pada kasus kritis termasuk:

a.    Penanganan nyeri dan gejala aktual secara efektif.

b.   Dukungan interpersonal yang sensitif.

c.    Pengakuan pribadi pasien/klien sebagai manusia yang wajib untuk dihormati dan dihargai.

6.   Non-Maleficence. (“Doing no harm”).

Tindakan yang dilakukan harus tidak bertujuan mencederai atau memperburuk keadaan kondisi yang ada. Perawat harus menghidarkan/ mencegah/ meminimalkan:

a.    Rasa sakit fisik yang seharusnya tidak terjadi

b.   Tekanan psikologis yang tidak perlu/ seharusnya tidak terjadi

c.    Penyampaian suatu kebenaran yang tidak sensitif/ tanpa empati

d.   Pengobatan/ tindakaln yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kesediaan pasien

e.    Penghentian pemberian terapi/ tindakan lebih awal, tanpa persetujuan atau tanpa informasi.

Prinsip etik tersebut menjadi pedoman penting bagi seorang perawat dalam menerapkan layanan keperawatan dan memastikan apa yang dilakukannya telah sesuai dengan pedoman dan kepantasan. Akan tetapi tidak dapat 70 Buku Ajar Keperawatan Kritis dipungkiri bahwa dalam realisasinya, perawat akan dihadapkan dengan situasi sulit yang menjadikannya merasa dilemma untuk mengambil keputusan. Kondisi tersebut sering dikenal dengan istilah dilemma etik. Berikut adalah contoh dilema etik dalam advokasi keperawatan:

a.    Seorang pasien menolak untuk menjalani operasi yang direkomendasikan oleh dokter. Perawat harus menghormati keputusan pasien, meskipun perawat yakin bahwa operasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa pasien.

b.   Seorang pasien ingin pulang dari rumah sakit meskipun kondisinya masih belum stabil. Perawat harus menjelaskan risiko dan manfaat pulang ke rumah kepada pasien, dan membantu pasien membuat keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri

D.  Peran dan Fungsi Advokasi Perawat pada Kasus Kritis

Advokasi perawatan pasien adalah konsep yang luas dan mencakup halhal yang perlu dijelaskan dan dipahami secara cermat oleh setiap orang yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam proses perawatan. Hal ini lebih lanjut menjelaskan peran advokasi perawatan pasien dalam lingkungan layanan kesehatan dan mengidentifikasi pasien dan sistem pendukung mereka dalam kasus advokasi perawatan pasien. Secara keseluruhan, penting bagi seseorang untuk memahami peran advokat sebagai pendukung atau fasilitator, karena sudah menjadi sifat utama seorang advokat perawatan pasien untuk membantu membuat proses perawataan dan pengobatan seoptimal mungkin. Peran advokasi perawat pada kasus kritis sangatlah penting dan memiliki beberapa fungsi utama, diantara sebagai berikut:

1.   Menginformasikan dan Mendidik Pasien dan Keluarga:

a.    Perawat bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang jelas, akurat, dan lengkap kepada pasien dan keluarga tentang kondisinya, prognosis, dan pilihan pengobatan yang tersedia.

b.   Perawat harus memastikan bahwa pasien dan keluarga memahami informasi yang diberikan dan dapat membuat keputusan yang tepat tentang perawatan mereka.

c.    Perawat juga harus mendidik pasien dan keluarga tentang cara mengelola kondisinya di rumah dan membantu mereka mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan.

2.   Membela Hak-Hak Pasien:

a.    Perawat harus memastikan bahwa hak-hak pasien dihormati dan dilindungi, termasuk hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk menolak pengobatan, dan hak untuk privasi.

b.   Perawat harus bertindak sebagai mediator antara pasien dan tim medis lainnya untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan pasien didengar dan dipertimbangkan.

c.    Perawat juga harus melindungi pasien dari tindakan yang merugikan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan yang aman dan berkualitas.

3.   Menjamin Keamanan dan Kesejahteraan Pasien:

a.    Perawat harus memantau kondisi pasien secara cermat dan segera mengambil tindakan jika terjadi perubahan yang membahayakan.

b.   Perawat harus memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan efektif untuk kondisinya.

c.    Perawat juga harus melindungi pasien dari infeksi dan cedera, serta memastikan bahwa mereka mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman.

4.   Mendukung Pengambilan Keputusan Pasien:

a.    Perawat harus membantu pasien dan keluarga dalam membuat keputusan tentang perawatan mereka.

b.   Perawat harus memberikan informasi yang lengkap dan objektif tentang pilihan pengobatan yang tersedia, serta membantu pasien dan keluarga menimbang risiko dan manfaat dari setiap pilihan yang ditawarkan.

c.    Perawat juga harus menghormati keputusan pasien dan keluarga, meskipun perawat tidak setuju dengan keputusan tersebut.

d.   Berkolaborasi dengan Profesi Lainnya:

1)   Perawat harus bekerja sama dengan dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan profesional kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang komprehensif dan terkoordinasi.

2)   Perawat harus berbagi informasi dengan tim medis lainnya tentang kondisi pasien, kemajuannya, dan kebutuhannya.

3)   Perawat juga harus bekerja sama dengan tim medis lainnya untuk menyelesaikan masalah dan memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang terbaik.

Berikut adalah beberapa contoh penerapan peran advokasi perawat pada kasus kritis:

a.    Seorang pasien kritis di ICU mengalami komplikasi setelah operasi. Perawat harus segera menginformasikan dokter dan keluarga pasien tentang kondisinya dan tindakan yang akan diambil.

b.   Seorang pasien kritis yang tidak sadar diri harus diwakili oleh perawat dalam membuat keputusan tentang perawatannya. Perawat harus bekerja sama dengan keluarga pasien untuk memastikan bahwa keputusannya sesuai dengan keinginan pasien.

c.    Seorang pasien kritis yang mengalami depresi dan kecemasan membutuhkan dukungan emosional dari perawat. Perawat harus mendengarkan pasien dan membantu mereka mengatasi rasa takut dan stres.

E.  Kebutuhan Advokasi Klien pada Kasus Kritis

Kebutuhan advokasi klien pada kasus kritis sangatlah penting karena beberapa alasan:

1.   Klien tidak mampu membuat keputusan sendiri:

a.    Pada kasus kritis, klien mungkin mengalami sakit parah, tidak sadar diri, atau di bawah pengaruh obat-obatan.

b.   Hal ini dapat membuat mereka tidak mampu membuat keputusan sendiri tentang perawatan mereka.

c.    Perawat dapat membantu klien untuk membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka juga dengan melibatkan anggota keluarga atau orang terdekatnya.

2.   Klien tidak mendapatkan informasi yang lengkap:

a.    Dalam situasi kritis, tim medis mungkin tidak selalu memiliki waktu untuk menjelaskan semua pilihan pengobatan kepada klien dan keluarga.

b.   Perawat dapat membantu klien untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang pilihan pengobatan dan risikonya.

3.   Klien tidak mendapatkan perawatan yang terbaik:

a.    Dalam beberapa kasus, klien mungkin tidak mendapatkan perawatan yang terbaik karena kesalahan medis atau karena sistem kesehatan yang tidak memadai.

b.   Advokat dapat membantu klien untuk mendapatkan perawatan yang terbaik dan memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi

4.   Klien dapat mengalami stres dan trauma:

a.    Kasus kritis dapat menyebabkan stres dan trauma bagi klien dan keluarga.

b.   Perawat dapat membantu klien untuk mengatasi stres dan trauma dan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

  Berikut adalah beberapa contoh kebutuhan advokasi klien pada kasus kritis:

1.   Membantu klien untuk memahami pilihan pengobatan dan risikonya.

2.   Membantu klien untuk membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan mereka.

3.   Memastikan bahwa klien mendapatkan informed consent sebelum menjalani prosedur medis.

4.   Melindungi hak-hak klien, seperti hak untuk privasi dan hak untuk menolak pengobatan.

5.   Membantu klien untuk mendapatkan akses ke perawatan yang terbaik.

6.   Mendukung klien dan keluarga dalam mengatasi stres dan trauma. Penting bagi klien dan keluarga untuk mengetahui bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan advokasi pada kasus kritis

 

F.   Strategi Perawat dalam Melaksanakan Advokasi pada Kasus Kritis

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan perawat dalam melaksanakan advokasi:

1.   Meningkatkan Pengetahuan dan Keterampilan:

a.    Perawat perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang hak-hak pasien, etik keperawatan, dan prinsip-prinsip advokasi.

b.   Perawat juga perlu memiliki keterampilan komunikasi yang baik untuk dapat berkomunikasi dengan pasien, keluarga, dan tim medis lainnya secara efektif.

c.    Perawat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui pendidikan formal, pelatihan, dan seminar.

2.   Membangun Hubungan yang Kuat dengan Pasien dan Keluarga:

a.    Perawat perlu membangun hubungan yang kuat dengan pasien dan keluarga untuk dapat memahami kebutuhan dan keinginan mereka dengan baik.

b.   Perawat dapat membangun hubungan yang kuat dengan pasien dan keluarga dengan cara berkomunikasi secara terbuka dan hormat, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menunjukkan empati

3.   Bekerja Sama dengan Tim Medis Lainnya:

a.    Perawat perlu bekerja sama dengan tim medis lainnya untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang terbaik.

b.   Perawat dapat bekerja sama dengan tim medis lainnya dengan cara berkomunikasi secara terbuka dan hormat, berbagi informasi, dan berkolaborasi dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien.

4.   Mendokumentasikan Tindakan Advokasi:

a.    Perawat perlu mendokumentasikan tindakan advokasi yang mereka lakukan.

b.   Dokumentasi dapat membantu perawat untuk melacak kemajuan pasien, mengidentifikasi masalah, dan meningkatkan praktik advokasi mereka.

5.   Menjadi Role Model:

a.    Perawat dapat menjadi role model bagi perawat lain dalam hal advokasi.

b.   Perawat dapat menjadi role model dengan cara menunjukkan komitmen terhadap hak-hak pasien, mempraktikkan advokasi dengan efektif, dan mendidik perawat lain tentang advokasi.

Berikut adalah beberapa contoh strategi advokasi yang dapat digunakan perawat dalam situasi tertentu:

1.   Jika pasien menolak pengobatan:

a.    Perawat dapat menjelaskan manfaat pengobatan dan risiko dan menolak pengobatan kepada pasien dan keluarga.

b.   Perawat dapat membantu pasien dan keluarga untuk mengeksplorasi pilihan pengobatan lain.

c.    Perawat dapat membantu pasien dan keluarga untuk membuat keputusan yang tepat tentang perawatan mereka.

2.   Jika pasien mengalami kesulitan berkomunikasi:

a.    Perawat dapat menggunakan alat bantu komunikasi, seperti juru bahasa atau papan tulis.

b.   Perawat dapat memastikan bahwa pasien dan keluarga memahami informasi yang diberikan.

c.    Perawat dapat membantu pasien dan keluarga untuk mengekspresikan kebutuhan dan keinginan mereka.

3.   Jika pasien mengalami diskriminasi atau pelecehan:

a.    Perawat dapat melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwenang

b.   Perawat dapat melindungi pasien dari bahaya atau potensi bahaya yang ada.

c.    Perawat dapat membantu pasien untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

Oleh karena itu, penting bagi perawat untuk menggunakan strategi advokasi yang tepat dalam setiap situasi yang berbeda.

G. Komunikasi Efektif untuk Advokasi

Advokasi merupakan suatu bentuk komunikasi persuasif yang ditujukan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan atau keputusan. Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu, bagi seorang perawat, peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu meningkatkan kualitas layanan dan kinerja, khususnya dalam menerapkan peran advokasi.

Bagian ini menunjukkan bahwa refleksi kritis terhadap komunikasi, dikombinasikan dengan berbagai strategi dan pembelajaran dari praktik, akan menginspirasi suara dan peran yang lebih kuat dalam kehidupan sehari-hari.

Pemahaman teori dan praktik komunikasi sangat penting untuk mulai menjadi advokat yang sukses. Hal ini memungkinkan diperkenalkannya strategi komunikasi berbasis bukti yang efektif untuk diterapkan. Komunikasi yang efektif untuk advokasi merupakan panduan komprehensif untuk memahami pentingnya komunikasi dalam advokasi. Dengan menjelaskan aspek teoritis dan praktis dari komunikasi dan advokasi, bab ini menawarkan peluang untuk melakukan refleksi kritis terhadap keterampilan komunikasi kita sendiri. Karena berbagai bentuk komunikasi terjalin dengan proses kekuasaan dan pengambilan keputusan, akan tetapi juga mengajarkan kita bagaimana menyampaikan pesan secara efektif.

Komunikasi yang efektif sangat penting dan merupakan salah satu kunci utama dalam situasi keperawatan kritis. Komunikasi yang baik dapat membantu memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang tepat dan optimal, serta membantu mengurangi stres dan kecemasan bagi pasien, keluarga, dan tim medis lainnya. Berikut adalah beberapa elemen kunci komunikasi advokasi perawat yang efektif.

1.   Kejelasan:

a.    Perawat harus menyampaikan informasi dengan cara yang jelas, ringkas, dan mudah dipahami oleh pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.

b.   Hindari penggunaan jargon medis dan istilah teknis yang rumit untuk menghindari kesalahpahaman dan perbedaan persepsi.

2.   Ketepatan:

a.    Pastikan informasi yang disampaikan akurat, dan memiliki data pendukung terkini.

b.   Periksa kembali pemahaman informasi pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk memastikan tidak ada kesalahpahaman.

3.   Keterbukaan:

a.    Perawat harus terbuka dan transparan dalam menyampaikan informasi kepada pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.

b.   Berikan informasi yang lengkap dan jujur, termasuk informasi tentang risiko dan kemungkinan komplikasi.

4.   Empati:

a.    Perawat harus menunjukkan empati dan rasa hormat kepada pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.

b.   Dengarkan dengan penuh perhatian dan perhatikan kebutuhan dan kekhawatiran mereka.

5.   Asertif:

a.    Perawat harus asertif dalam menyampaikan informasi dan mempertahankan hak-hak pasien.

b.   Jangan ragu untuk berbicara dan bertindak jika pasien dirugikan atau hak-haknya dilanggar.

6.   Kolaboratif:

a.    Perawat harus bekerja sama dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan bersama.

b.   Bangun hubungan yang baik dengan semua pihak yang terlibat dalam perawatan pasien.

7.   Dokumentasi:

a.    Dokumentasikan semua komunikasi yang dilakukan dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya.

b.   Dokumentasi yang baik dapat membantu memastikan kelancaran komunikasi dan mencegah kesalahpahaman.

Berikut adalah beberapa tips tambahan untuk meningkatkan komunikasi perawat advokasi:

1.   Gunakan bahasa tubuh yang positif dan ramah.

2.   Jaga kontak mata dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya

3.   Berikan waktu yang cukup untuk pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk bertanya dan memahami informasi yang disampaikan.

4.   Gunakan alat bantu komunikasi visual, seperti gambar atau diagram, jika diperlukan.

Penerapan komunikasi efektif dalam situasi keperawatan kritis:

1.   Saat memberikan informasi tentang kondisi pasien:

a.    Jelaskan kondisi pasien dengan cara yang mudah dipahami.

b.   Gunakan bahasa yang sederhana dan hindari jargon medis.

c.    Berikan informasi tentang prognosis dan pilihan pengobatan.

d.   Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya dan memahami informasi yang disampaikan.

2.   Saat menyampaikan kabar buruk:

a.    Pilih tempat yang tenang dan privat untuk menyampaikan kabar buruk.

b.   Sampaikan kabar buruk dengan cara yang jelas, langsung, dan penuh empati.

c.    Berikan waktu kepada pasien dan keluarga untuk bereaksi dan memproses informasi.

d.   Tawarkan dukungan dan pendampingan kepada pasien dan keluarga.

3.   Saat berkolaborasi dengan tim medis lainnya:

a.    Berkomunikasi secara terbuka dan jelas dengan tim medis lainnya.

b.   Bagikan informasi tentang kondisi pasien dan kemajuan atau perkembangan kondisinya.

c.    Diskusikan pilihan pengobatan dan rencana perawatan bersama.

d.   Bekerja sama untuk mencapai tujuan perawatan pasien.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abbasinia M, Ahmadi F, Kazemnejad A. Patient advocacy in nursing: A concept analysis. Nursing Ethics. 2020;27(1):141-151. doi:10.1177/0969733019832950

Afidah, E.N. & Sulisno, M. 2013. Gambaran pelaksanaan peran advokat perawat di rumah sakit negeri di kabupaten semarang. Jurnal Manajemen Keperawatan, 1(2), 2013. 124-130

Alexis, D., Cooke, J., Shimumbi, L., Worsley, A. 2022. The role of the nurse advocate in health and social care. Mediteranian Nursing and Midwifery: 1-7. DOI:10.5152/MNM.2022.220875

Alsufyani, A.M., Aldawsari, A.A., Aljuaid, S.M., & Almalki, K.E. 2020. Quality of nursing care in Saudi Arabia: Are empathy, advocacy, and caring important attributes for nurses?. Nurse Media Journal of Nursing, 10(3), 2020, 244- 259. DOI: 10.14710/nmjn.v10i3.32210

Böhler, H., Hanegraaff, M., & Schulze, K. 2022. Does climate advocacy matter? The importance of competing interest groups for national climate policies, Climate Policy, 22:8, 961- 975, DOI: 10.1080/14693062.2022.2036089

Engward, H., Goldspink, S., Abdulmohdi, N., Alexander, M. 2023. Understanding Professional Advocacy: A Mixed Method Approach to Explore Professional Nurse Advocacy and Professional Midwifery Advocacy in one NHS Trust. Research Square. DOI: https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-3740297/v1

Guo, C. & Saxton, G.D. 2020. The quest for attention: Nonprofit advocacy in a social media age. California. Standford Business Books. HTML

Heck LO, Carrara BS, Mendes IAC, Arena Ventura CA. Nursing and advocacy in health: An integrative review. Nursing Ethics. 2022;29(4):1014-1034. doi:10.1177/09697330211062981 Kagan, J. A. (2024). A venue-based approach to understanding advocacy by environmental nonprofits. Nonprofit Management and Leadership, 34(3), 545–566. https://doi.org/10.1002/nml.21583

Kwame, A., Petrucka, P.M. Universal healthcare coverage, patients' rights, and nurse-patient communication: a critical review of the evidence. BMC Nurs 21, 54 (2022). https://doi.org/10.1186/s12912-022-00833-1 Scott SM,

Scott PA. Nursing, advocacy and public policy. Nursing Ethics. 2021;28(5):723-733. doi:10.1177/0969733020961823

Tilley E, Strnadová I, Danker J, Walmsley J, Loblinzk J. The impact of self-advocacy organizations on the subjective well-being of people with intellectual disabilities: A systematic review of the literature. J Appl Res Intellect Disabil. 2020; 33: 1151–1165. https://doi.org/10.1111/jar.12752

Tíscar-González V, Gea-Sánchez M, Blanco-Blanco J, Moreno-Casbas MT, Peter E. The advocacy role of nurses in cardiopulmonary resuscitation. Nursing Ethics. 2020;27(2):333-347. doi:10.1177/0969733019843634

Ventura CAA, Austin W, Carrara BS, de Brito ES. Nursing care in mental health: Human rights and ethical issues. Nursing Ethics. 2021;28(4):463-480. doi:10.1177/0969733020952102

World Health Organization. 2021. Guidance on community mental health services: promoting person-centred and rights-based approaches. who.int.